Ngeri, Benda Ini Bisa Ubah Sebutan untuk Manusia
Masih pagi hari ini. Hujan sudah berhenti, meski saya tak melihat titik air jatuh ke bumi. Saya hanya menandainya dari lelehan air membentuk danau mini di depan rumah saya. Dedaunan juga tampak segar.
Sebuah tekad yang terpendam sekian lama akhirnya terwujud. Padahal hanya lari pagi sekian menit.
Pekerjaan yang mengharuskan duduk di kursi sepatutnya diimbangi dengan olahraga. Itulah sebabnya untuk melaksanakannya perlu janji hati.
Saya memilih untuk menggerakkan kaki di sekitar rumah. Bukan karena takut kehilangan ponsel lagi.
Ceritanya, dua pekan lalu saya lari pagi di Jembatan Dompak. Ponsel saya taruh di bawah lipatan mantel hujan, di dalam jok motor. Saya lari-lari, begitu balik ponsel sudah hilang.
Sempat saya goda yang mengambil ponsel saya dengan aplikasi find my phone dari Google. Saya bunyikan nadanya meski diseting silent, saya kirimi pesan. Intinya saya hanya minta memory cardnya dikembalikan karena banyak foto untuk berita.
Dan saya menyerah ketika suatu hari sebuah pesan singkat masuk ke ponsel, mengabarkan jika memory card saya sudah diformat. Tamat sudah.
Bukan, bukan karena itu saya lari dekat rumah. Sekarang cuacanya tak tentu, bisa hukan dengan serta-merta. Kalau dekat kan bisa lari ngebut menuju rumah. Ah, alasanDotCom, begitu ya?

Lalu sebuah spanduk terlihat di tepi jalan. Pemilihan warna latar dan hurufnya sebenarnya kurang sip, sehingga peringatan yang ditegaskan kurang tampak.
Siapa yang buang sampah di sini anjing dan babi. Lalu kata anjing dan babinya ditulis dua kali.
Spanduk yang ukurannya tak lebih dari 2 meter x 30 centimeter ini dipasang di tepi jalan yang selama ini dijadikan tempat pembuangan sampah. Tentu saja ini bukan tempat buang sampah.
Hanya buang sampah, status manusia Anda berubah menjadi hewan seperti disebutkan di atas. Terlalu kejam penyebutannya atau terlalu kelewatan orang yang buang sampah sembarangan?
Ternyata sampah bisa sekejam sihir seperti dalam film-film horor itu. Tetapi nada baiknya saya mengingat-ingat, setidaknya ada beberapa peristiwa yang berkaitan dengan sampah.
Baru saja berlalu, Jawa Tengah menyelenggarakan Kongres Sampah pertama di Indonseia. Baru tanggal 12 dan 13 Oktober 2019, atau hari ini. Para penggagasnya ingin melahirkan sistematika persampahan hulu hingga hilir, dari produksi sampah hingga pemanfaatannya.
Kalau rekomendasi yang dihasilkan nantinya bisa mengurai benang ruwet persoalan sampah di Indonesia, saya berharap tidak akan lebih banyak lagi manusia yang disebut (ujung kalimat pada spanduk).
Pada 14 Agustus 2018 lalu, Staf Khusus Presiden, Diaz Hendropriyono mengatakan permasalahan sampah di Indonesia dapat menghambat cita-cita para pendiri bangsa menjadi negara yang maju.
Sampah berdampak tidak hanya pada isu kesehatan, pariwisata, perekonomian, tapi juga harga diri sebuah negara. Demikian ungkap Diaz dalam talkshow #DengarYangMuda seri ke-16 di Sanur Bali.
Kemesraan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Fraksi Nasdem DPRD DKI pun sempat memanas pada Agustua kemarin. Dan penyebabnya hanya soal sampah!
Adalah Fraksi Nasdem yang meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membantu Pemerintah Provinsi DKI mengelola sampah di Jakarta. Anggaran pengelolaan sampah DKI disebut besar, namun penanganannya masih berantakan.
Anies menilai, pernyataan tersebut berniat menyerang dirinya dengan masalah sampah.
Lebih awal, Februari 2018, pegiat lingkungan asal Inggris bernama Oliver Tickell menyebutkan Indonesia dapat dituntut di Mahkamah Kriminal Internasional (ICJ) karena merupakan salah satu negara yang paling banyak menyumbangkan sampah plastik di lautan dunia.
Laporan yang disampaikan menyatakan Indonesia, Cina, dan India, dapat diminta membayar ganti rugi ke negara kepulauan yang lebih kecil yang garis pantainya dirusak plastik.
Tuntutan tersebut, sebagaimana ditulis Tickell, didasarkan antara lain pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS), London Convention dan berbagai kesepakatan kawasan.
Nah, sejauh itu pengaruh sampah. Saya melihat spanduk yang saya amati berada di sebuah jalan kampung. Kecil. Kalau ada dua mobil bersimpangan harus hati-hati agar tak tersenggol.
Di kampung saja peringatannya sudah seperti itu. Bagaimana persoalan sampah di sebuah kabupaten, kota, provinsi, negara dan dunia? Saya teringat juga, belum lama ini menuliskan berita tentang penyelenggaraan World Cleanup Day 2019 yang dilaksanakan serentak sedunia 21 September.
Sampah identik dengan bekas, sisa, buangan, kotor, jijik dan konotasi serupa lainnya. Sudah jamaj siapa yang melintasi kawasan pembuangan sampah akan menutup hidung.
Namun apa yang dikerjakan Isnaini Noer Mahmunach, warga Kelurahan Kalidoro, Kecamatan Pati, Jawa Tengah patut dipikirkan. Meski membalut tubuhnya dengan sampah plastik, ia tetap tampil anggun layaknya puteri.
Anda pasti mengingat pernikahan yang viral pada akhir Februari 2019 lalu. Pernikahan antara Melandy Kurnia Putra dan Isnaini Noer Mahmunach. Isnaini mengenakan gaun pengantin dari daur ulang limbah plastik.
Ia membutuhkan ratusan kantong plastik bekas, direndam, dicuci, dikeringkan lalu dibuat motif bunga baru dirangkai. Isnaini menghabiskan waktu 3 bulan untuk menyelesaikan gaunnya tersebut.
Lalu, apa yang Anda pikirkan tentang sampah? (nurali mahmudi)