Wawancara Suarasiber dengan Direktur IISM dari London: Penambangan Liar Rugikan Daerah

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Direktur Indonesian Institute for Sustainable Mining (IISM), Rezki Syahrir menegaskan, usaha penambangan liar sangat merugikan negara di banyak aspek. Seperti, aspek pendapatan daerah, dan aspek kelestarian lingkungan.

“Karena itu harus dihentikan,” kata Rezki menjawab suarasiber.com terkait penambangan liar pasir darat di Bintan, Selasa (3/9/2019).

Rezki, yang saat ini sedang menyelesaikan pendidikan doktoral di London, Inggris, menggarisbawahi empat kerugian besar, akibat penambangan liar.

rezky syahrir 2
Foto – istimewa

Pertama, menghilangkan potensi pendapatan daerah dari pajak daerah. Hal ini sudah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kedua, dapat merusak iklim usaha, dan investasi. Karena, pasir yang dihasilkan kegiatan penambangan tersebut membanjiri pasar. Sehingga, produk dari tambang yang berizin menjadi tidak kompetitif.

Ketiga, penambangan liar cenderung merusak lingkungan. Karena tidak ada pengawasan dari pemerintah. Dan, tanpa ada pihak yang bertanggungjawab terhadap reklamasi serta pascatambang.

Keempat, karena tidak ada pihak yang bertanggungjawab. Maka, kerusakan lingkungan, dan lahan pada akhirnya menjadi beban masyarakat serta pemerintah daerah.

“Dengan demikian akumulasi kerugian negara akibat usaha penambangan tanpa izin (liar) itu, bisa berlipat ganda. Oleh karena itu, penambangan tanpa izin itu, harus disikapi secara serius dan tegas,” jelas Rezki, yang sedang studi tentang Sustainable Mining di Department Mining and Minerals Engineering, Camborne School of Mines, University of Exeter, UK.

Pidana untuk Pelaku Penambangan Liar

Rezki, meminta semua kegiatan pertambangan tanpa izin, harus dihentikan. Apapun alasannya. Selain pidana pertambangan, pelaku penambangan tanpa izin juga dapat dikenai sanksi pidana lingkungan.

Karena setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki izin lingkungan. Maka, mereka yang menambang tanpa izin lingkungan harus dipidana.

“Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ancamannya cukup tegas. Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Kemudian, denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar,” ucapnya.

Rezki menambahkan, setelah penghentian atau penutupan tambang tanpa izin itu dilakukan, pemerintah perlu memformalkan penambangan skala kecil. Terutama, untuk kelangsungan pembangunan yang membutuhkan material seperti batuan dan pasir.

Dalam konteks ini, sambung Rezki, pemerintah harus memprioritaskan, dan mempermudah pengurusan izin. Untuk jenis penambangan tersebut. Sehingga kegiatan tanpa izin dapat dihindari.

“Bagaimanapun, pertambangan skala kecil mempunyai peluang untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dan mendukung pembangunan infrastruktur,” kata Rezki, yang menyelesaikan studi S2 Manajemen Sumber Daya dan Lingkungan Internasional di TU Bergakademie Freiberg, Jerman. (mat)

Loading...