Peluang Investasi Akuakultur di Kabupaten Lingga

Loading...
doktor rommy
Romi Novriadi

Kabupaten Lingga yang memiliki luas wilayah ± 209.654,28 km 2 dan hampir 90% merupakan wilayah perairan saat ini mulai “menggeliat” untuk membangun industri akuakultur.

Kabupaten yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi perikanan tangkap di Provinsi Kepulauan Riau, mulai membangun cluster-cluster untuk pengembangan produksi perikanan budidaya, yang tidak hanya fokus pada komoditas ikan laut, seperti Kerapu hybrid, Kakap putih dan Bawal bintang, namun perhatian penuh juga diberikan pada komoditas di luar marikultur, seperti udang Litopenaeus vannamei dan ikan bandeng.

Jika melihat data produksi ikan laut, perikanan budidaya di wilayah ini cenderung memiliki trend peningkatan dibandingkan sektor perikanan tangkap dengan jumlah produksi yang stabil.

grafik perbandingan tangkapan

Untuk produksi udang, Kabupaten Lingga memiliki potensi yang cukup besar. Kondisi kualitas air di beberapa lokasi yang akan menjadi cluster/wilayah produksi cukup optimal dalam mendukung keberlanjutan produksi.

Dari Tabel 1, diketahui bahwa kisaran kualitas lingkungan, seperti Total bahan tersuspensi/TSS, Total bahan terlarut, derajat keasaman (pH), kadar garam (salinitas), Ammonia (NH 3 -N), Nitrat (NO 3 -N), Total Posfat, Alkalinitas dan Total kesadahan, Total CaCO 3 masih berada di kisaran optimum untuk produsi udang.

Selain kualitas lingkungan, hasil pemantauan yang dilakukan untuk parameter tanah juga menunjukkan bahwa karakter tanah di Lingga memiliki dukungan ketersediaan unsur-unsur organik yang diperlukan untuk menjamin sustainability produksi.

Tabel 2

Kabupaten Lingga menyadari bahwa untuk memaksimalkan efisiensi produksi, ketersediaan pakan dengan kualitas baik dengan harga ekonomis harus menjadi prioritas pembangunan. Kualitas di sini tidak hanya terpaku pada kadar protein dan lemak pada pakan, namun bagaimana agar pakan yang dihasilkan mampu menyediakan seluruh komponen nutrisi spesifik dan energi yang dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk tumbuh dan berkembang.

Yang menjadi tantangan saat ini adalah untuk mendapatkan pakan-pakan berkualitas tersebut, para pelaku usaha harus mendapatkannya dari daerah yag secara geografis cukup jauh dari Kabupaten Lingga.

Dengan kondisi tersebut, harga pakan sampai di tangan pengguna mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan. Oleh karena itu, Kabupaten Lingga berkomitmen untuk mewujudkan hadirnya satu unit produksi pakan yang dikelola secara mandiri dengan aplikasi automation system untuk mengurangi harga produksi akibat biaya bahan baku pakan dan transportasi yang cukup tinggi.

Skema Integrasi

Pakan yang akan diproduksi oleh Kabupaten Lingga tidak hanya fokus kepada jenis bahan baku yang digunakan, tetapi lebih kepada daya cerna dan keseimbangan kandungan gizi yang terkandung dalam bahan-bahan baku yang digunakan bila dicampur dalam satu formulasi pakan.

Jika ikan mencerna protein tapi tidak mampu mengubahnya menjadi asam amino, komponen ini tetap tidak akan mampu mendukung laju pertumbuhan. Begitu juga dengan karbohidrat dan lemak, bila tidak dapat dicerna akan sangat mempengaruhi jumlah energi yang dihasilkan pakan.

Oleh karena itu, prinsip produksi pakan yang dikembangkan di Lingga nantinya adalah memastikan bahwa campuran dan formulasi bahan baku yang digunakan cukup ideal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan energi / kalori spesifik organisme akuatik yang dibudidayakan.

Terkait bahan baku, Kabupaten Lingga juga memiliki komitmen tinggi untuk mendorong peningkatan nilai gizi bahan baku lokal yang tersedia, seperti tepung sagu dengan menggunakan beberapa teknologi lanjutan, seperti fermentasi dan perlakuan enzim.

Teknologi fermentasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mem-break down partikel yang memiliki berat molekul tinggi menjadi komponen dengan berat molekul lebih rendah, sehingga nilai gizi dan daya cerna dapat ditingkatkan.

Teknologi ini juga mampu mengurangi faktor anti-nutrisi yang banyak terkandung dalam protein tumbuha, seperti bungkil kacang kedelai dan jagung, yang umumnya bersifat menghambat pemanfaatan nutrisi dari pakan dan juga mengganggu kesehatan fisiologis sistem pencernaan ikan.
Bahan baku lokal yang banyak terdapat di Lingga, seperti sagu dapat diproses lebih lanjut menggunakan teknologi ini, sehingga daya cerna bahan yang dapat digunakan sebagai filler dalam formulasi pakan dapat lebih dioptimalkan.

Secara umum, Kabupaten Lingga juga sangat mendorong diversitas komoditas yang dikembangkan. Dengan ± 600 pulau, baik besar maupun kecil, beberapa pengembangan skala kecil untuk teripang dan rumput laut juga mulai digalakkan.

Khusus untuk produksi Vannamei, pilot project dengan melibatkan masyarakat sudah secara rutin dilakukan. Untuk tahun ini, 6 lokasi percontohan kembali dibangun untuk mengikuti jejak sukses panen perdana di Kecamatan Singkep Selatan.

Untuk mendukung keberlanjutan produksi dan mendorong percepatan investasi, selain teknologi, akses transportasi dan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor prioritas. Untuk transportasi, pemerintah Lingga telah mencapai kesepakatan dengan pihak maskapai penerbangan untuk meningkatkan frekuensi perjalanan dari dan menuju ke Lingga.

Selain transportasi udara, sebagai wilayah maritim, pemerintah Lingga juga meningkatkan layanan transportasi laut untuk mempermudah mobilitas para pelaku usaha.

Terkait dengan peningkatan kualitas SDM bidang perikanan, Kabupaten Lingga juga serius membangun Sekolah menengah yang fokus pada bidang agroteknologi perikanan. Sekolah ini selain memberikan pengetahuan dasar bidang kelautan dan perikanan juga memberikan pengalaman langsung bekerja di sektor perikanan melalui kegiatan praktik lapang di beberapa unit produksi dan unit pengolahan.

Terakhir, dalam sistem produksi, ketersediaan market menjadi salah satu kriteria dalam memilih lokasi. Dalam hal ini, Kabupaten Lingga yang secara geografis memiliki kedekatan wilayah dengan Singapura, Malaysia, Filipina dan Brunai Darussalam menawarkan potensi unik untuk memulai industri akuakultur.

Filipina menawarkan potensi besar untuk menyerap hasil produksi ikan bandeng, sementara untuk Singapura beragam aneka jenis seafood yang mampu memenuhi kualifikasi memiliki tingkat permintaan yang relatif tinggi.

Untuk memperluas akses pasar, alternatif lain yang dilakukan adalah dengan membangun unit processing yang direncanakan akan terwujud dalam waktu dekat. Unit processing ini diharapkan mampu memberikan nilai tambah dari produk akuakultur yang dihasilkan dan menawarkan tujuan destinasi pemasaran baru yang lebih luas.

Dengan berbagai potensi yang telah disebutkan diatas, Kabupaten Lingga dapat dikategorikan sebagai tujuan baru industri akuakultur dengan “fasilitas” yang cukup atraktif, baik untuk produksi ikan laut, payau dan tawar.

Untuk itu, penulis sangat mendorong peran aktif para pelaku usaha baik nasional maupun internasional untuk mempertimbangkan Kabupaten Lingga sebagai salah satu sentra produksi untuk mendukung produksi akuakultur nasional yang berkelanjutan. Mari berinvestasi di Lingga***

Penulis Romi Novriadi, Direktur World Aquaculture Society – Asia Pacific Chapter

Loading...