Karpet Merah untuk Investor di Lingga

Loading...

Saya sering mendapat cerita betapa sulitnya investasi di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri). Bupatinya terlalu keras kepala dan tidak mau diajak nego. Bukankah itu buruk buat daerah?

Saya tidak dalam kompetensi untuk mengklarifikasi hal itu. Tapi saya ingin mengajak untuk memahami perkembangan Lingga bukan hanya sebagai sebuah kabupaten, tetapi juga sebagai sebuah kesatuan sosial-ekonomi.

Lingga dulunya adalah daerah kaya. Pulau Singkep, yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Lingga, dikenal sebagai pulau timah. Bersama Bangka dan Belitung, Singkep pernah menjadi penghasil timah utama dunia yang terkenal hingga ke mancanegara.

Masyarakatnya hidup makmur dan sejahtera. Sandang pangan tercukupi, lauk pauk tersedia. Sarana pendidikan dan kesehatan sangat memadai. Perekonomian berkembang sangat maju.

Hingga tiba-tiba pertambangan berhenti akibat harga timah jatuh di pasar dunia. Masyarakat kocar kacir kehilangan pekerjaan. Ekonomi runtuh, keluarga tercerai berai. Masyarakat eksodus menyelamatkan diri, mencari makan ke mana-mana.

Bekas tambang ditinggalkan begitu saja tanpa rehabilitasi sama sekali. Anak-anak mati tenggelam pada lubang-lubang yang menganga. Kolong-kolong itu sekaligus menjadi sarang nyamuk raksasa yang terbentang luas nyaris membelah pulau. Ini kejadian hampir tiga puluh tahun yang lalu, tapi efeknya masih terasa hingga hari ini.

Inilah dilema sekaligus tantangan siapapun pemimpin Lingga saat ini. Mereka dihadapkan pada tuntutan membangun kembali perekonomian yang pernah porak-poranda. Karena itu, pemimpin Lingga harus kreatif menarik investasi.

Mereka harus menggelar “karpet merah” terhadap setiap potensi pengembangan ekonomi. Dalam banyak kesempatan, Bupati turun langsung menyambut dan mengantar calon calon investor ke daerah daerah potensial. Hanya dengan begitu Lingga dapat tumbuh kembali. Kecuali kalau hanya ingin hidup sekedarnya.

Namun, mereka juga harus berhati-hati. Sejarah telah menunjukkan bahwa bisnis yang tidak ramah lingkungan terbukti pernah menjerumuskan masyarakat ke dalam jurang penderitaan. Mereka telah belajar untuk lebih berhati hati menghadapi godaan keuntungan sesaat tetapi menghasilkan kerusakan berkepanjangan.

Karenanya tidak jarang kita lihat Bupati berseteru dengan pengusaha yang tidak serius memperhatikan lingkungan. Beliau tidak pernah memberi rekomendasi atau izin apapun kepada pengusaha yang tidak berkomitmen tinggi terhadap lingkungan. Ia pasang badan melindungi masa depan generasi kepulauan itu.

Jadi, bisnis di Lingga itu sebenarnya enak dan mudah saja. Patuhi semua regulasi, tunjukkan komitmen lingkungan, dan bangun kerjasama yang baik dengan Pemda dan masyarakat. Kalau semua ini terpenuhi, tidak perlu nego yang aneh-aneh. Kerpet merah telah menanti. ***

Penulis: Rezki Syahrir, ST, S.IP, MBA, M.Sc, Direktur Indonesian Institute for Sustainable Mining (IISM)

Loading...