Dugaan Korupsi Rp7,7 Miliar di DPRD Natuna, Akhirnya Sampai ke Pengadilan Jumat 20 September

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau bernilai sekitar Rp7,7 miliar, akhirnya sampai ke pengadilan. Meski, penyidikan kasus yang sudah sekitar dua tahun di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri, tak kunjung usai hingga kini.

Kasus korupsi yang melibatkan “orang besar” di Natuna, bisa sampai ke pengadilan karena adanya gugatan praperadilan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI) ke Kajati Kepri, BPK, dan KPK.

Sidang gugatan praperadilan itu dijadwalkan digelar, Jumat (20/9/2019) di Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Sesuai jadwal, sidang akan dipimpin hakim tunggal Guntur Kurniawan, SH dengan panitera L. Siregar.

Menjelang digelarnya sidang, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI), Boyamin Saiman menyatakan kesiapannya.

“Sejak awal mendaftarkan gugatan ke PN Tanjungpinang, kami sudah siap menghadapi sidang praperadilan kasus ini,” kata Boyamin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Boyamin mendaftarkan gugatan praperadilan itu di PN Tanjungpinang pada Rabu (28/8/2019). Dan, teregistrasi dengan nomor registrasi 3/Pid.Pra/2019/PN Tpg. tersebut.

Kepada suarasiber.com, Boyamin, mengatakan komitmen MAKI untuk proaktif menggugat perkara-perkara yang mangkrak penanganannya.

Khususnya, perkara korupsi yang merugikan keuangan negara, sekecil apapun nilainya. Apalagi yang nilai korupsinya besar. Seperti yang di Natuna dengan nilai sekitar Rp7,7 miliar.

Menurut dia, penanganan kasus tersebut sudah dua tahun menggantung di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri.

“Padahal, proses penyidikan sudah sejak 2017. Dan, Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli (kini anggota DPRD Provinsi Kepri),” ungkapnya.

Tiga tersangka lainnya, adalah Hadi Chandra Ketua DPRD Natuna periode 2009 – 2014 (kini anggota DPRD Provinsi Kepri).

Kemudian, Syamsurizon Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016, dan Makmur Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.

Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka tim Pidsus Kejati saat Kajati dijabat Yunan Harjaka. Karena sudah cukup alat bukti adanya korupsi tunjangan perumahan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.

“Tak sesuai dengan harga pasar setempat. Sehingga mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 7,7 miliar,” jelasnya.

“Selain menggugat Kajati, kami juga menggugat KPK dan BPK. Karena dianggap berperan atas mangkraknya perkara korupsi itu,” ujarnya.

Boyamin menduga, mangkraknya penanganan kasus tersebut karena ada tersangka menjadi anggota partai politik berkuasa. Parpol yang terafiliasi dengan kejaksaan agung.

“Tampaknya para tersangka ini merasa aman. Karena, mereka bergabung dengan partai penguasa yang terafiliasi dengan kejaksaan agung,” katanya. (mat)

Loading...