Kisah Sukses Sugimun, Bos 3 Toko Elektronika yang Sering Dianggap Pengemis

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Kisah sukses Sugimun ini benar-benar perjuangan orang kampung yang miskin. Ditambah lagi dengan kondisi fisiknya yang cacat kaki sehingga harus menggunakan bantuan kusi roda.

Perjuangan dan kerja keras Sugimun ini diketik ulang oleh pengusahamuslim.com dari Suara Hidayatullah, Edisi 1/XXVI/Mei 2013/Jumadil Ahir/1434. Suarasiber.com melansirnya dari gooday.id yang mengolahnya kembali. Memang beritanya sudah cukup lama, namun nilai yang terkandung dalam kisah sukses Sugimun tak akan pernah ketinggalan zaman.

Si Miskin yang Tak Pernah Sekolah

Sugimun lahir tahun 1970, di dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur. Orang tuanya memang miskin sehingga ia tak pernah mengenyam pendidikan. Baik formal maupun nonformal.

Saat Sugimun berusia 19 tahun, ada aparat desanya mendampingi pegawai dari Dinas Sosial datang ke rumah. Sugimun ditawari sebagai peserta program Penyantunan dan Rehabilitasi Sosial dan Penyandang Cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di kota Bangil, Jawa Timur.

Lelaki kampung ini mendapatkan bimbingan fisik, mental, serta pendidikan kejar Paket A. Perasaan malu dan rendah diri tak bisa disembunyikan Sugimun. Memang semua peserta pelatuihan semua cacat fisik, namun hanya ia seorang yang belum bisa membaca dan menulis.

Sementara teman-temannya memiliki pendidikan formal mulai dari SD, SMP bahkan ada yang lulusan SMA.

Merasakan kemiskinan begitu sedih dijalaninya selama ini, Sugimun menghilangkan perasaan tersebut. Di Suryatama ia belajar ketrampilan elektronika seperti memperbaiki radio, televisi, sound system, kipas angin dan barang lainnya.

Selalu Ditolak dan Disangka Pengemis Saat Melamar Pekerjaan

Sugimun menghabiskan dua tahun di Suryatama untuk belajar servis elektronika. Setelah memiliki ketrampilan, Sugimun pulang kampung ke Magetan. Namun karena tak ada aktivias yang bisa memberinya penghasilan, ia pun mencoba melamar pekerjaan di sejumlah usaha yang menerima servis elektronika.

Sayangnya, kebanyakan berujung pada penolakan. Sugimun tak patah arang. Ia menyadari, mungkin penolakan kepadanya lantaran kondisi fisiknya, sehingga tak salah orang-orang meragukan kemampuannya.

Ujian sukses Sugimun bertambah ketika beberapa dari pemilik usaha servis elektronika yang didatangi justru menganggapnya sebagai pengemis. Mereka memberikan recehan, namun ditolak Sugimun karena ia memang tidak ingin menjadi pengemis.

Karena jasa temannya yang ada di Kediri, Jawa Timur, akhirnya Sugimun bisa bekerja di sebuah tempat servis elektronika. Sugimun bekerja dengan sungguh-sungguh, ia juga berusaha tak mengecawakan pelanggan dan berbuat baik kepada pemilik usaha tempatnya bekerja.

Baca Juga:

Jalan Raya Jadi Mesin Pembunuh, Sepekan 5 Nyawa Warga Tanjungpinang Melayang

Pegawai Disnaker Kabupaten Karimun Ditangkap Sepulang Kerja

Kecelakaan, Dua Remaja Putri Terkapar di Jalan Dekat Tugu Pesawat

Pembeli Rumah Subsidi Wawancara Massal dengan Pihak Bank

Karena suatu alasan, belum genap satu tahun Sugimun pulang lagi ke kampungnya.

Sugimun kembali melamar pekerjaan di Magetan, lagi-lagi penolakan yang diterimanya.

Perhiasan Ibunda Senilai Rp15 Ribu Awali Sukses Sugimun

Mengalami penolakan berkali-kali, Sugimun akhirnya berpikir sederhana. Sepertinya ia harus membuka lapangan pekerjaan jika tidak ingin direndehkan olah orang orang lain.

Sugimun lalu mengungkapkan niatnya membuka usaha sendiri kepada ibundanya. Hebatnya seorang ibu, meski yang ada hanya perhiasan senilai Rp15 ribu, ia serahkan kepada anaknya disertai doa.

Pada tahun 1992, bermodal uang itu Sugimun menyewa lapak di emperan Pasar Sayur, Magetan. Selebihnya digunakan untuk mempersiapkan peralatan, termasuk komponen-komponen elektronika yang banyak dibutuhkan. Untuk menambah penghasilan, Sugimun juga menyediakan jasa pengisian korek gas.

Pulang pergi dari rumahnya ke tempat usaha membutuhkan perjuangan luar biasa bagi Sugimun. Dengan kakinya yang lumpuh, ia menempuh perjalanan menuju pangkalan angkutan umum yang akan membawanya ke lapaknya. Bagi yang kondisinya normal itu tak jadi soal, namun Sugimun adalah penyandang cacat karena kedua kakinya lumpuh karena polio.

Usaha Sugimun masih naik turun hasilnya. Namun ia selalu yakin akan kebesaran Allah yang Maha Kaya. Untuk itu, ia tak lupa meninggalkan ibadah sambil terus berdoa.

Sugimun tetap semangat dan tekun bekerja. Pelan-pelan kepercayaan pelanggan datang kepadanya. Satu hal yang dijaga Sugimun ialah berusaha tepat waktu dengan janjinya.

Bahkan ia akan menjelaskan kepada pelanggan komponen apa yang rusak dan perlu diganti. Harga dan kualitas komponen pun dijelaskannya, sehingga pelanggan puas.

Lapak Sugimun semakin ramai, itu artinya kebutuhan komponen elektronika semakin banyak dibutuhkan. Peluang inilah yang dibaca, sehingga ia menyisihkan hasil kerjanya untuk membeli komponen elektronika sedikit demi sedikit.

Dari Lapak Menjadi 3 Toko Elektronika

Ketika usahanya terus berkambang, Sugimun tak bisa lagi melayani pelangganya hanya di lapak emperan Pasar Sayur Magetan. Ia pun menyewa toko di Magetan dan memberinya nama Toko Cahaya Baru.

Cahaya Baru sengaja dipilih menjadi nama tokonya dengan harapan bisa menjadi harapan baru bagi diri dan keluarganya. Dari satu toko, usaha Sugimun terus berkembang sehingga butuh tempat baru.

Kebahgiaan Sugimun semakin lengkap ketika menemukan jodohnya bernama Nursiam. Perempuan yang ia nikahi itu kini memberinya tiga orang anak.

Kini Sugimun adalah pemilik 3 Toko Cahaya baru di Magetan dan Trenggalek. Omzet per bulan mencapai ratusan juta rupiah. Sebagai anak tertua dari 8 bersaudara, ia menyekolahkan adik-adiknya minimal sampai SMA.

Ia pun mengajak ketiga adiknya ikut mengelola toko-tokonya. Harapannya, mereka bisa belajar mengelola usaha dan menularkannya kepada saudara lainnya. Sugimun merasa bangga luar biasa bisa menyekolahkan adik-adiknya.

Selain keluarganya, Sugimun juga membekali sejumlah anak yatim dan anak cacat dengan beragam ilmu agar kelak bisa digunakan sebagai bekal. Sugimun sudah merasakan bagaimana orang cacat kalau melamar pekerjaan, dan juga bagaimana menjadi orang miskin.

Baca Juga:

Yamaha vs Honda Adu Kambing, 1 Meninggal Dunia

Camat dan Kades di Anambas Diminta Siapkan Gudang Logistik Pemilu 2019

Peserta BC Gowes for Charity Bersepeda 1,5 Jam Menuju Panti Asuhan An Nur

Kiprah Relawan Demokrasi Disambut Baik oleh Masyarakat

Satu hal yang ia syukuri, ia hanya cacat fisik, bukan cacat rohani. Cacat fisik yang ia alami tidak membuatnya jatuh terpuruk mengharap belas kasih orang lain, melainkan sebagai pelecut semangat untuk menggapai cita-cita mandiri.

Kini, meski ia secara fisik tidak sempurna, tetapi ia mampu berbuat lebih. Melebihi dari apa yang bisa dilakukan oleh orang normal. ia menyebut itu rahasia Allah, bahwa orang cacat sepertinya diberi kemampuan untuk membantu orang lain.

Disodori Receh oleh Pegawai Showroom Mobil

Kisah Sugimun pernah viral saat mau membeli mobil di sebuah showroom di Solo. Karena sopirnya lebih dahulu masuk ke showroom, Sugimun dengan kursi rodanya pun ada di teras.

Saat itulah seorang pegawai showroom mendekatinya dan memberinya uang. Diperlakukan seperti itu Sugimun segera mengatakan dengan sopan, bahwa kedatangannya bukan untuk meminta-minta, melainkan membeli mobil. Betapa malunya lelaki pegawai showroom tadi.

Begitulah kisah sukses Sugimun gooders. Orang yang memiliki kekurangan justru menjadikan kekurangannya untuk sebuah keberhasilan. Pelajaran juga bisa dipetik dari Sugimun, yang tetap percaya Allah Maha Kaya. (nurali mahmudi)

Loading...