Bocah Pencuci Bus Itu Menjadi Bupati Bintan Dua Periode (bagian 1)

Loading...

Pada 10 April 1964, lahir seorang bayi lelaki dari pasangan suami istri yang secara ekonomi hidupnya kekurangan. Oleh orangtuanya, Abdul Ahad dan Ijah, ia diberi nama Ansar Ahmad.

Sigit Rachmat – Tanjungpinang

Ansar Ahmad merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Kijang, kota kelahirannya yang waktu itu masih menjadi wilayah Kabupaten Riau Kepulauan , Provinsi Riau belumlah seramai sekarang. Sebuah kampung yang memaksa bocah-bocah kecil tak pernah membayangkan bisa menikmati permainan orang kota.

Ansar kecil tumbuh seperti anak-anak lainnya. Rumah dan lingkungan menjadi wahana bermain yang mengasyikkan bersama teman-temannya.

Ketika usianya baru dua tahun, Ansar kehilangan ayahnya, Abdul Ahad yang dipanggil Sang Khalik. Ansar kecil belum paham benar arti kepergian sang ayah. Ia hanya bisa merasakan ketidakhadiran sang ayah hari-hari berikutnya.

Tumbuhlah Ansar bersama alam perkampungan. Oleh ibunya, Ansar sudah diperkenalkan agama sejak kecil sehingga ia akan tahu diri kapan harus pulang bermain. Biasanya menjelang azan berkumandang di musala terdekat.

Baca Juga:

Sakit Hati, Rony Dihabisi 6 Orang, Mayatnya Dilempar ke Jurang

Razia di Rutan Tanjungpinang, Ditemukan Barang yang Dianggap Rawan dan Berbahaya

Ini Jejak Kebesaran Tanjungpinang di Selangor, Malaysia

Ketua LPTQ Bintan Petakan Lokasi STQ Kepri di Kijang

Pada tahun 1973 – 1974, Ansar duduk di bangku Sekolah Dasar. Menjadi murid Ansar menjalani rutinitas harian seperti teman-teman sebayanya. Pagi berangkat sekolah, dan sore atau malam mengaji.

Namun ada pekerjaan tambahan yang harus dijalaninya, yakni membantu ibunya mencukupi kebutuhan sekolahnya. Berawal dari seringnya melihat orang dewasa mencuci bus milik Dinas Penerangan Kabupaten Riau Kepulauan, iseng-iseng Ansar bertanya apakah boleh ia membantu mencucinya.

Seorang sopir bus bernama Ucup kemudian bertanya panjang lebar kepada Ansar. Mendengar penuturan bocah tersebut, Ucup memperbolehkan Ansar membantunya mencuci bus itu setiap habis maghrib. Atas pekerjaannya itu, Ansar mendapatkan uang yang dipakainya untuk membiayai sekolahnya.

“Sampai sekarang saya masih terkenang almarhum Pak Ucup. Hatinya baik, orangnya juga baik kepada saya,” tutur Ansar kepada suarasiber.com, belum lama ini.

Di dalam foto ini ada Ansar Ahmad muda, bisakah Anda menemukannya? f-dok keluarga

Sebagai anak yatim, apalagi anak lelaki pertama, ada rasa tanggung jawab di hati Ansar untuk membantu beban ibunya. Ansar tahu betapa berat perjuangan ibunya yang harus menghidupi lima anaknya sebagai orang tua tunggal. Ansar tak begitu memedulikan masa kecilnya yang terenggut oleh keadaan.

Kadang terbersit keinginan agar bisa seperti anak-anak seusianya yang riang bermain di kala waktu senggang. Saat melihat ibunya, Ansar melupakan hal tersebut. Ia menyayangi ibunya yang meski serba susah masih menyemangatinya agar tetap bersekolah. Ijah menginginkan anak-anaknya berpendidikan.

Ijah memang harus bertungkus lumus mencukupi kebutuhannya bersama anak-anaknya. Apa saja pekerjaan halal yang bisa dilakukan tak akan disia-siakan. Dari tukang cuci pakaian keluarga yang berkecukupan hingga berjualan sayur.

Ansar masih ingat, betapa ia dan saudara-saudaranya ditinggalkan oleh ibunya sejak subuh hingga siang hari. Ibunya ke pasar membawa sayuran, berjalan berkilo-kilometer demi anak-anaknya. Setiap keping uang yang diperolehnya disyukuri oleh Ijah. Kepada anak-anaknya, Ijah pun mengajarkan bagaimana bersyukur dan berhemat.

Beranjak ke usia remaja, Ansar dikenal sebagai pribadi yang religius. Pekerjaan membantu ibunya tak dijadikan alasan untuk tidak belajar agama. Ia masih menyempatkan diri mengaji. Ansar harus pintar mengatur waktunya agar sekolah, mencuci bus, lalu pekerjaan lain sebagai buruh bangunan.

Baca Juga:

P1/TL dan Guru Inpassing Berpeluang Ikut CPNS 2019

Mas Tommy: Jangan Harap Rakyat Rasakan Manfaat Parpol Tanpa Kerja Nyata

Gesits, Motor Matik Bertenaga Baterai Buatan Indonesia Hadir di IIMS 2019

Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) 2019 telah Dibuka, Rebut Hadiah Rp1 M

Tak ada waktu bersantai atau kebanyakan berkhayal bagi seorang Ansar Remaja. Ia bahkan menjadi guru mengaji keliling.

Masjid Al-Ikhlas Batu 3, Tanjungpinang merupakan saksi bisu penggalan kisah hidup anak yatim itu menimba ilmu agama. Di masjid inilah belajar ilmu tajwid, yaitu ilmu untuk membaguskan pembacaan pada kitab suci Alquran disertai dengan kaidah-kaidah khusus yang berlaku pada setiap huruf.

Pelajaran ini diserap betul-betul oleh Ansar. Kepiawaiannya dalam melantunkan ayat suci Alquran telah mengantarkannya untuk ikut lomba sebagai wakil Tanjungpinang Timur dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat kecamatan kala itu. Ansar adalah pibadi yang menjadi teladan bagi rekan-rekan sebayanya.

Sikapnya yang mudah bergaul, menjalin persahabatan, suka membantu membuat Ansar semakin disenangi oleh kawan-kawannya. Tidak heran jika di Tanjungpinang dan Kijang, temannya banyak. Dari lingkungan dan pergaulannya, Ansar mulai belajar untuk membentuk jiwa sosialnya yang tinggi dan sangat peka terhadap penderitaan sesama. (bersambung)

Loading...