Badai Menerjang dan Mencari Perisai

Loading...

DUA pekan terakhir informasi negatif yang dialami Pemerintah Provinsi Kepri lebih terasa dibandingkan dengan informasi positif. Peran Biro Humas dan Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) maupun Kesbangpol yang tidak menjalankan fungsi maksimal bisa jadi salah satu penyebabnya kabinet Nurdin Basirun diserang “badai”?

Pertama, yang menyita perhatian adalah diberhentikannya Kepala Dinas ESDM Amjon dan Kepala Dinas Kebudayaan Azman Taufik yang semula menjadi Kepala Dinas Perizinan dan Investasi Pemprov Kepri.

Kedua, pejabat eselon II Pemprov Kepri ini terdepak karena dianggap membuat kesalahan dalam proses perizinan yang mereka berikan kepada pihak pihak penambang. Akibatnya kerusakan lingkungan di Bintan tidak terbendung.

Ketiga, kejadian berikutnya yang mencolok dan menyedihkan, adalah demonya ratusan guru SMA di Kepri akibat tunjangan mereka belum dibayarkan oleh pemerintah.

Baca Juga:

Jutaan Batu di Natuna adalah Destinasi Pariwisata Masa Depan Indonesia

Guru Honor SMA di Kepri Merasa Nasibnya Dibiarkan

Truk vs Sepeda Motor, Ibu dan Balita Meninggal di Tempat Kejadian

Jika publik sudah lupa Kemendagri menurunkan pangkat Sekda satu tingkat, ini juga harusnya jadi pengalaman. Dan baru zaman Nurdin Basirun kasus kasus seperti ini terjadi. Pemerintah Pusat memberikan sanksi kepada pejabat daerah.

Selama ini, hampir tidak ada guru – guru protes kepada gubernur baik di zaman Ismeth Abdullah hingga zaman almarhum Sani. Karena mereka memang sibuk mengajar di kelas dan tak punya waktu untuk demo. Tapi, kebijakan alpa membayar gaji guru yang jumlahnya ratusan orang menyebabkan Kepala Dinas Pendidikan maupun Ketua PGRI sebagai pihak yang dituakan tak mampu menghalangi guru- guru itu berkumpul dan menjumpai Gubernur Nurdin menyampaikan aspirasi mereka.

Informasi tersebut dianggap paling menggambarkan negatifnya komunikasi publik Pemprov Kepri di tengah masyarakat. Humas dan Dinas Kominfo yang seharusnya menjadi lembaga terdepan menyiarkan berita berita kebaikan dan sekaligus sebagai perisai kepala daerah dalam informasi publik seperti tak berfungsi.

Saat jadi wartawan era 2004, saya pernah kenal dengan almarhum Muhammad Nur, Kepala Biro Humas yang pertama di Provinsi Kepri. Beliau dibawa balik oleh Ismeth Abdullah ketika M Nur menjadi pegawai humas di Istana Negara. Sehingga dianggap Ismeth, M Nur menguasai dan pandai melakukan pendekatan kepada media massa, aktivis maupun tokoh-tokoh masyarakat Kepri maupun LSM.

Buktinya, memang M Nur dapat menjembatani komunikasi yang baik antara media massa maupun LSM, aktivis dan tokoh tokoh masyarakat kepada gubernur. Hampir jarang Ismeth Abdullah didemo guru maupun pejabat eselon II yang bermasalah dalam kebijakan publik.

Semua pihak mengakui M Nur, pejabat eselon II yang mumpuni dan bekerja serius mengamankan posisi gubernur maupun wakil gubernur dari informasi negatif. Dan itulah peran tokoh humas yang baik. Tokoh penting menjadi penghubung antarakepala daerah dengan masyarakatnya melalui media massa. Apakah itu media cetak, online maupun tivi dan radio.

Tak heran jika Presiden Jokowi menjadikan mantan wartawan Tempo Johan Budi sebagai Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik.Johan sebelumnya juga pimpinan KPK sebelumnya juru bicara KPK.

Presiden Gus Dur juga pernah mengangkat wartawan Majalah Tempo Wahyu Moeryadi menjadi Kepala Biro Protokoler dan Humas di Istana Negara karena dianggap Wahyu paham dengan keinginan media. Bahkan Wapres Boediono era SBY menjadikan Pemred Harian Kontan, Yovie sebagai juru bicara Wapres atau staf khususnya. Dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta Pemred Harian Fajar di Makassar jadi staf khususnya.

Karena isu- isu kepala daerah yang banyak negatif sangat merusak kredibilitas seorang kepala daerah. Sebaiknya isu – isu tersebut harus dihindari karena dia akan menjadi virus yang menyebabkan ketidakpercayaan publik kepada pimpinan. Apalagi menjelang menjelang pemilihan kepala daerah.

Tak heran jika panglima perang terkemuka dunia asal Prancis Napoleon Bonaparte mengatakan, dia lebih takut seorang wartawan daripada seribu serdadu. Sudah tak terhitung dasyatnya efek berita sampai menjatuhkan Presiden Amerika, Richard Nixon dalam skandal Watergate. Dan itu jadi kebanggan pers dunia yang independen.

Kalau mau meluangkan waktu, ada baiknya menonton Green Hornet. Kisah pemilik media yang tetap mempertahankan idealisme walaupun akhirnya dimusuhi oleh politikus. Karena besarnya pengaruh media, wajar dikatakan sebagai pilar keempat dalam negara demokrasi setelah eksekutif, legislatif, yudikatif. Dan di era sosmed saat ini, ada yang menambahkan sebagai pilar kelima.

The All President Man juga dianggap film terbaik tentang peran wartawan dalam mengawasi kekuasaan. Humas Pemda maupun Kominfo bisa mengambil hikmah dari kisah film film itu. Bagaimana bekerjasama dengan media dan memanfaatkan media untuk mencapai tujuan politik yakni mencapai kekuasaan.

Dan untuk Kepri, kasus penyalahgunaaan izin bauksit di Bintan menyebabkan dua pejabat eselon II Kepri harus diberhentikan oleh gubernur karena perintah pemerintah pusat. Usaha wartawan secara terus menerus lebih kurang dua minggu memberitakan kasus itu akhirnya berujung diberhentikannya Amjon dan Azman Taufik. Padahal Azman Taufik mau memasuki pensiun. Dikenal menjadi pejabat sejak provinsi ini memulai pemerintahan.

Kalau kita ingat kasus invansi Teluk Babi oleh Amerika Serikat. Di Havana, Cuba, Fidel Castro dielu-elukan sebagai penyelamat Kuba sementara bagi Washington kegagalan misi di Teluk Babi adalah bencana dan tamparan yang sangat keras bagi Presiden AS John F Kennedy. Kemudian tak lama setelah kejadian itu, Kennedy tewas dibunuh.

Dalam kasus ini andaikan pers memberitakan sebelum serangan Teluk Babi, bisa jadi AS tak dipermalukan Cuba.

Lalu dalam kasus demo guru, yang diberitakan oleh tv nasional, tentu diketahui oleh rakyat Indonesia karena masuk pemberitaan tivi nasional. Lagi-lagi, di sinilah harusnya peran orang dekat gubernur ataupun staf khusus gubernur untuk melakukan pendekatan yang maksimum terhadap media maupun guru.

Dalam rangka memberikan pertimbangan yang harus dilakukan supaya tidak menjadi wacana publik sebelum kegiatan tersebut muncul ke permukaan. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah istilah dunia kesehatan yang memiliki banyak manfaat.Bahkan, operasi senyap lebih efektif daripada menyiram kobaran api.

Mungkin saya tidak perlu menyebutkan bagaimana operasi intelijen menghentikan sebuah pembentukan opini negatif dan membuat menjadi opini positif. Banyak dana yang dihabiskan untuk pencitraan akan percuma jika di satu waktu, citra positif itu rusak oleh satu isu.
Kegagalan

Terlihat minimnya peran Humas dan Kominfo maupun Kesbangpolinmas yang memiliki unit unit kewaspadaan dini dalam melindungi kepala daerah. Ketiga lembaga ini di tambah Dinas Pendidikan harusnya tampil ke depan pasang badan. Terlihat unik, ketika media memberitakan Kepala Dinas seolah olah mengangkangi kebijakan Wakil Gubernur agar guru yang demo tidak diberikan sanksi, tetap saja diberikan sanksi.

Menurut Gurevitch (1990: 270), media komunikasi massa atau media massa memiliki peranan yaitu sebagai alat kontrol sosial politik yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai penyimpangan sosial itu sendiri baik yang dilakukan pemerintah, swasta maupun pihak masyarakat.

Selain itu, media juga berperan sebagai pembentuk opini dengan cara pembentukan agenda atau pengkondisian politik sehingga masyarakat terpengaruh untuk mengikuti rencana-rencana pemerintah. Media massa juga mampu menjadi tempat berdialog tentang perbedaan pandangan yang ada dalam masyarakat atau diantara pemegang kekuasaaan.

Baca Juga:

Ini Kehebatan Pistol Beretta yang Disiapkan RS untuk Membunuh Jaksa Dicky

Dor! Dor! Dua Tembakan Lumpuhkan Tersangka Pembunuh Bayaran

Pembunuh Bayaran Kehilangan Target di Batu 13, Jaksa Dicky Pun Selamat

Dengan tunjangan daerah di Provinsi Kepri yang tinggi, seharusnya menjadi pemicu untuk bekerja dengan maksimal melayani publik. Sekedar informasi, Pergub tentang TKD ASN di Pemprov Kepri 2019 sudah dibayarkan. Level staf mendapat tunjangan Rp5 juta, eselon IV sekitar Rp9 jutaan, eselon III Rp16 jutaan, dan eselon II di atas Rp20, juta.

Jika ditambah gaji pokok, maka staf saja di Pemprov sudah di atas jauh UMK Tanjungpinang maupun masuk dalam kategori hidup di atas normal kebutuhan.

Dengan pendapatan berkecukupan, sudah sewajarnya ASN maupun pejabat eselon di Pemprov Kepri bekerja dengan maksimal.Tak ada lagi saling lempar kesalahan soal gaji guru yang tak dibayarkan.

Dan akhirnya, Gubernur memang harus memilih menempatkan ASN yang sesuai dengan kemampuan atau memiliki kapasitas di OPD. Supaya ASN tersebut dapat bekerja maksimal menjaga nama baik gubernur, pemerintah, dalam rangka melayani publik.

Tak boleh lagi, menempatkan ASN untuk jabatan eselon dikarenakan satu kampung, satu angkatan kuliah, ataupun karena suka mengampu. Salah satu anggota DPRD Kepri ketika ditanya pejabat kepala OPD tertentu agak lupa. Padahal OPD tersebut mitranya. “Saya lupa karena memang Kadisnya gak aktif dan jarang muncul. Beda saat pejabat dulu Guntur Sakti.”

Gubernur maupun siapapun kita, harus ingat firman Allah; “Sesungguhnya Kami telah menyerahkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(QS Al-Ahzab 72).

Itulah beratnya amanat untuk dijalankan dengan baik. Gunung pun tak sanggup menjaga amanat sehingga diberikan kepada manusia.Begitulah beratnya amanat.Tapi manusia yang lemah mau menerima amanat.***

Oleh Robby Patria

Mahasiswa PhD, University Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM)/Pengurus Ikatan Keluarga Tambelan (IKT) Provinsi Kepri/Dosen di FKIP UMRAH/mantan Pengurus LAM Tanjungpinang/mantan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam

Loading...