Ini Negara Republik! Tidak Ada Penguasa, yang Ada Adalah Kepala Pemerintahan

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Praktisi hukum Dr Edy Rustandi, mengatakan sesuai UUD 1945 Indonesia adalah negara republik, yang berarti kedaulatan ada di tangan rakyat dan dikepalai presiden sebagai kepala pemerintahan negara.

Untuk tingkat provinsi dikepalai gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah. Begitu juga untuk kabupaten/kota dikepalai bupati serta walikota.

“Sesuai konstitusi negara kita, tidak ada sebutan sebagai penguasa, baik penguasa pusat atau penguasa daerah. Yang ada adalah kepala negara, dan kepala daerah.

Jadi, jika ada pendapat yang mengatakan gubernur sebagai penguasa daerah, adalah tidak tepat,” kata Edy, yang juga akademisi di UMRAH Tanjungpinang kepada suarasiber.com, kemarin.

Pernyataan ini disampaikan Edy terkait berita yang terbit di suarasiber.com (12/9/2018), yang berjudul Gubernur Bukan Hanya Penguasa Daerah. Menurut Edy, benar bahwa gubernur adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Tapi dia bukan penguasa daerah.

“Kalau disebut penguasa, berarti dia berkuasa penuh atas kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan kewenangan seorang gubernur, bupati, dan wali kota hanya sebatas di eksekutif. Bahkan, untuk gubernur kewenangannya pun berupa kewenangan koordinasi dengan kepala pemerintahan kabupaten dan kota. Yang merupakan pemilik kewenangan sesungguhnya atas otonomi daerah,” terang Edy.

Bahkan, kewenangan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dibatasi. Sebab, ada beberapa kewenangan pemerintah pusat yang tidak diserahkan ke pemerintahan provinsi. Seperti, kewenangan atas politik luar negeri, pertahanan, keamanan, fiskal dan moneter serta agama.

Dengan kewenangan yang sangat terbatas itu, ujar Edy, sebutan penguasa daerah kepada gubernur tidak tepat. Istilah penguasa mungkin bisa digunakan untuk negara monarki (kerajaan), dan negara otoriter yang menguasai penuh kewenangan atas eksekutif, legislatif, yudikatif.

“Saat ini beberapa raja atau ratu atau kaisar di negara yang berbentuk monarki, bahkan sama sekali tidak punya kekuasaan atas rakyatnya. Perannya sebatas sebagai simbol. Sedangkan untuk pemerintahannya dipimpin perdana menteri. Dan, tetap diawasi oleh parlemennya (legislatif),” tukas Edy.

Memerhatikan kondisi tersebut, imbuh Edy, sebutan penguasa di negara monarki juga kurang tepat. Karena, kewenangan raja, ratu, kaisar terhadap rakyatnya sudah dilucuti undang-undang. Sebutan penguasa lebih tepat digunakan di negara otoriter, “Dia berkuasa penuh atas kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Itu baru pas disebut penguasa.” (mat)

Loading...