DR Edy Rustandi: Jika Anggota Dewan Mau Dihormati Jaga Lisan dan Perbuatan

Loading...

* MK Batalkan Pasal Ancam Pihak yang Rendahkan Kehormatan Dewan

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Doktor (Dr) Edy Rustandi SH MH, praktisi hukum dan akademisi, menilai dibatalkannya pasal pemanggilan paksa di UU MD3 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) memang sudah seharusnya.

Menurut Edy, pemanggilan paksa itu sudah masuk ranah yudikatif, bukan ranah legislatif di konstitusi Indonesia. Sehingga harus dibatalkan karena menciderai konstitusi dan demokrasi di Indonesia.

“Lembaga dewan itu kan representatif rakyat, tak elok kalau galak-galak ke rakyatnya sendiri,” kata Edy Rustandi menjawab suarasiber.com, Sabtu (30/6/2018).

Sebagai wakil rakyat, ujar Edy yang doktor ahli hukum tata negara ini, dewan harus dekat dengan rakyatnya. “Kalau dihormati, tak perlu dipanggil paksa pun rakyat akan datang,” jelas Edy.

Edy yang juga dosen di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), menambahkan, “Filosofinya (pembatalan beberapa pasal di UU MD3), jika mau dihormati jagalah ucapan, jaga perbuatan dari segala perbuatan yang menyimpang. Dan, tunjukkan kinerja yang mumpuni.”

Mau tak mau, tukasnya, setiap anggota dewan di semua tingkatan (MPR, DPR, DPD, DPRD) memang harus menjaga attitude-nya. Sehingga bisa jadi panutan dan dengan sendirinya orang akan hormat.

“Itu intinya, tak perlu UU untuk memaksa orang menjadi hormat atau dipanggil yang terhormat. Jaga saja ucapan. Jaga perilaku. Otomatis orang akan hormat,” imbuh Edy.

Sebagaimana telah diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Salah satunya, MK membatalkan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR. Juga memanggil paksa. (mat)

Loading...