Ibu Terhebat di Dunia

Loading...

SUDAH hampir sebulan Riska bersekolah di sini. Sekolah favorit yang hanya bisa dimasuki oleh anak-anak berprestasi dan kaya. Hari ini, Bu Ana, Guru Bahasa Indonesia yang cantik dan ramah itu menyuruh mereka bercerita tentang Ibu masing-masing dalam materi “tokoh idola.”

Riska jadi bingung. Dari semalam dia gelisah, berpikir keras, memilih kata-kata yang tepat untuk bercerita tentang ibunya. Ibu yang sangat dibanggakan dan
disayanginya.

“Selamat pagi, Riska,” sapa Dita ramah.

“Pagi juga, Dit,” jawab Riska.

“Udah siap belum untuk cerita nanti,” tanya Dita.

“Sudah dong,” jawab Riska sembari tersenyum.

“Aku juga sudah siap.Aku senang sekali karena Bu Ana memberikan kesempatan pada kita untuk bercerita tentang tokoh idola kita yaitu, Ibu.Akukan sangat bangga pada Ibuku,” kata Dita bersemangat.

“Ya, karena Ibumu seorang insinyur kan? Di samping itu Ibumu wanita yang cerdas, sering menulis di berbagai majalah dan surat kabar. Ibumu juga cantik,” ujar Riska.

Riska sudah sering mendengar cerita itu dari Dita.Dita teman sebangku Riska. Walaupun Dita anak orang kaya namun ia tidak sombong.

“Bukan itu saja lho Riska, Ibuku selalu membawakan aku oleh-oleh kalau bertugas keluar kota atau pun keluar negeri.Ibuku juga selalu memberikan hadiah saat aku ulang tahun.Aku senang sekali.Aku bangga pada Ibuku,” jelas Dita dengan mata berbinar-binar.

Tiba-tiba Raiken dan Ninda muncul.Mereka teman sekelas Riska.Riska tahu betul mereka anak orang kaya dan terpandang.Cuma Riska kurang suka kalau berbicara dengan Raiken. Sebab Raiken anaknya sombong dan kalau bicara sering menyinggung perasaan orang lain.

“Aku rasa hanya orang buta saja yang nggak kenal bapakku,” kata Raiken membuka pembicaraan.

“Bapakku seorang bupati, pemimpin daerah ini.Dia juga tercatat sebagai orang paling kaya. Tamatan sekolah luar negeri, dan……….”

“Stop stop…!” potong Ninda.
“Kita berbicara tentang Ibu, bukan Bapak.”

“Apa bedanya sih, kitakan bercerita tentang tokoh idola, orang yang terhebat dalam keluarga kita,” ujar Raiken cemberut.

“Ya bedalah, yang disuruh Bu Ana adalah tentang kehebatan Ibu, bukan yang lain,” jelas Dita.

“Memangnya kamu akan cerita apa tentang kehebatan Ibumu?” tanya Raiken bernada mengejek.

Raiken memang tak pernah mendengar cerita tentang siapa Ibu Ninda. Yang dia tahu cuma tentang Papa Ninda seorang pengusaha terkenal dan itu pun dia dengar dari orang lain. Jangan-jangan Ibu Dita sama saja dengan Ibunya yang hanya ibu rumah tangga biasa dan tamatan SMA.

“Walaupun Ibuku seorang dokter spesialis penyakit jantung, namun aku tidak akan bercerita tentang itu.”

“Jadi kamu akan cerita apa?” tanya Dita dan Riska serentak. Sementara Raiken terkejut mendengarnya.Dia tidak menyangka Ibu Dita seorang dokter jantung ternama di kotanya.

“Aku akan cerita tentang betapa hebatnya Ibuku ketika dia bertarung nyawa di meja operasi saat melahirkanku.Kemudian dalam keadaan masih belum sembuh dari operasi Ibu bertahan tetap ingin menjagaku di rumah sakit karena aku keracunan saat itu.Ibuku betul-betul luar biasa,” jelas Ninda bersemangat.

“Riska, kehebatan Ibumu apa?” tanya Raiken sinis.

Riska diam. Semua teman-teman di sini memang belum tahu kalau Riska masuk ke sekolah terfavorit ini berkat kepintaran otaknya dan prestasi lain yang diperolehnya. Riska bersekolah di sini karena mendapatkan beasiswa alias gratis.

Bel berbunyi.Semua siswa masuk kelas.Satu persatu mereka bercerita tentang kehebatan ibunya masing-masing.Sampailah akhirnya pada giliran Riska.Dengan dada berdebar Riska mulai bercerita.

“Menurut saya, Ibu saya adalah sosok Ibu yang luar biasa di dunia.Sebelum matahari terbit sampai matahari terbenam Ibu bekerja. Ketika Ibu-ibu lain berteduh di kantor atau di rumah, Ibu saya justru beratapkan teriknya matahari. Ketika Ibu-ibu yang lain menjauh dan menutup hidungnya karena bau busuk di tempat pembuangan sampah, Ibu saya malah dengan gembira mendekati sumber bau itu. Ketika Ibu yang lain tertidur lelap di kamar ber-AC, Ibu saya masih menahan kantuknya di atas tikar mengepak barang-barang yang diperolehnya untuk dijual besok harinya.

Semua itu dilakukan agar anak-anaknya tidak kelaparan dan dapat bersekolah. Karena saya mempunyai Ibu yang membanggakan maka saya ingin juga menjadi anak yang dibanggakan Ibu. Oleh sebab itulah saya belajar keras sampai akhirnya saya mendapatkan beasiswa dan bersekolah di sini,” cerita Riska dengan mantap.

“Memangnya ibumu kerja apa?” tanya Raiken penasaran.

“Ibuku pemulung dan bapakku sudah meninggal lima tahun lalu,” jawab Riska tanpa rasa malu.

Kelas menjadi sepi.Semua seolah terbawa hanyut oleh cerita Riska, terutama Raiken.Dia merasa malu karena bersikeras pada Bu Ana bercerita tentang bapaknya yang seorang bupati bukan ibunya. Karena dia merasa tidak ada yang bisa ia banggakan dari ibunya yang hanya tamatan SMA.

Akhirnya selesai juga cerita Riska tentang ibunya yang disambut dengan tepuk tangan yang meriah dari teman-teman sekelasnya.Riska bahagia sekali.Niatnya untuk mengangkat martabat ibunya yang hanya pemulung telah terlaksana.

Selesai anak-anak bercerita Bu Ana memberikan kesimpulan.“Anak-anak, siapa pun Ibu kita, dia adalah orang yang paling hebat dan luar biasa bagi anaknya. Ibu adalah wanita yang rela bekorban apa saja demi anak-anaknya. Ibu bahkan rela bertarung nyawa saat melahirkan kita. Sudah selayaknya kita menghormati dan mengasihinya.”

Riska tersenyum mendengar perkataan Bu Ana. Sesampai di rumah nanti dia akan memeluk ibunya dan akan mengucapkan kata, “Ibu adalah wanita terhebaaat di dunia.” ***

Tentang Penulis

Wiska Adelia Putri lahir di Tanjungpinang, 8 Maret 2002. Kumpulan cerpennya yang sudah terbit adalah Ingin Bertemu Peri (Frame Publishing, Jogjakarta), Aku Mujaba (dalam preses penerbitan). Sedangkan antalogi yang memuat cerpennya antara lain: 100 Tahun Cerpen Riau (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau, Pekanbaru, 2014), dan Menakar Budaya – Karakter Bangsa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 2015). Cerpennya sudah dipublikasi berbagai media nasional maupun lokal. Dan, sejumlah penghargaan penulisan cerpen ditingkat di Kepri maupun nasional pernah diraihnya. Saat ini duduk di bangku kelas XI Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendikia Batam, Kepri.

Loading...