Buang Rasa Sayang, Pemuda Ini Sukses Boomingkan Warung Sederhananya

Loading...

Tiga atau empat bulan silam, warung di sudut jalan wahana wisata air Areca, Batu IX, Tanjungpinang itu tak beda dengan warung lainnya. Ini bukan cerita tentang warung dengan bentuk yang bagus, dibuat dengan modal yang cukup besar. Ini cerita tentang warung ala kadarnya, yang penting ada gerobak dan atap. Warung kakilima yang selalu terhantui oleh Satpol PP.

Kebetulan juga warung ini namanya memang Ala Kadarnya. Ya karena dibuat dengan modal seadanya. Kebetulan juga oleh pemilik lahan, lokasi Warung Ala Kadarnya tidak menyewa. Saya bertemu dengan pemiliknya, Mas Putra, beberapa malam lalu ketika penasaran dengan warung sederhananya yang selalu semarak di malam hari.

Sabar Kunci Keberhasilan, bisakah Anda menjalaninya dengan segenap hati dan pikiran? Sulit. F-man

“Awalnya ya dibersihkan rumput-rumputnya, semak-semaknya biar lapang dan bersih,” tutur pemuda yang tinggal tak jauh dari tempatnya berjualan.

Oleh pemilik lahan, akhirnya Putra diberi akses khusus. Silakan menempati lahan yang ada di sudut belakang Areca asalkan dijaga kebersihannya. Selain itu, Putra dan para pengunjung warungnya juga secara tidak langsung ikut menjaga keamanan di sekitarnya. Kecuali ada yang nekat, banyak orang melakukan perbuatan yang tak elok.

Putra mungkin satu dari sekian banyak pemilik warung kakilima yang berpikiran selangkah lebih maju. Dengan semakin banyaknya pesaing, karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan salah satu alasannya, warung warung kecil banyak bermunculan di Tanjungpinang. Bagi yang nekat seperti Putra, mendirikan warung kakilima sebenarnya tak membutuhkan banyak modal, hanya perlu kreativitas dan sedikit tabungan.

Kreatif membuat meja dan kursi sendiri, kreatif melayani pembeli, kreatif menemukan cara yang tak bisa didapat di tempat lain. Soal tampilan warung kakilima kebanyakan ya memang seperti itu.

Bicara tentang hasil, pasti ada warung kakilima buluk, lusuh, tak menarik pandangan mata, namun omzentya luar biasa. Misalnya yang lokasinya sangat strategis. Namun yang hasilnya pas-pasan bahkan ngos ngosan juga tak sedikit. Bagi yang pas pasan, ada keuntungannya juga tak terlalu besar, mengeluarkan uang untuk memoles warungnya belum tentu dipikirkan.

Dan Putra melakukannya.

Di zaman kuota internet ini, hampir semua ponsel di genggaman tangan manusia adalah smartphone dengan fasilitas internet. Sayangnya, fasilitas ini baru bisa digunakan jika ada jaringan internet. Kalau tak beli kuota, ya wifi. Pilihan Putra adalah memasang wifi. Saya tidak tahu awalnya, cuma setiap hari mobil Indihome memang mangkal di dekat Warung Ala Kadarnya milik Putra. Mobil ini menjadi kantor bagi para pegawai yang tengah menawarkan paket promo pemasangan jaringan internet serat optik ke rumah warga.

Yang pasti, sekitar dua bulan terakhir mendadak Warung Ala Kadarnya dengan menu makanan dan minuman juga tak kalah ala kadarnya booming. Putra tak harus pasang iklan di koran, apalagi beriklan di videotron yang ada di simpang jalan utama itu. Keputusan untuk memasang wifi di warungnya adalah sebuah spekulasi, namun bukan sembarangan. Ia lebih dahulu bertanya kepada teman-temannya yang sering ke warungnya, jika ada wifi seperti apa pandangan mereka.

Putra membuang rasa sayang. Jika pemilik warung kakilima lain akan berpikir, sayang ah hasil jualan beberapa malam dipakai pasang wifi; sayang ah mau beli payung besar untuk berteduh pembeli; sayang ah mau ini; sayang ah mau itu, Putra tidak seperti itu.

Kini, secangkir kopi sejuta halaman web, adalah pemandangan setiap malam di Warung Ala Kadarnya. Saya sebenarnya pernah mengambil foto Putra saat memasak mie instan pesanan pengunjung warungnya saat malam, namun saya cek kok sudah tak ada. Mungkin saya simpan di komputer namun kesulitan menemukannya karena setiap hari saya memang foto segala hal yang kira-kira bisa jadi bahan blog. Kurang kerjaan, ya?

Ya, hanya dengan memesan secangkir koipi atau semangkok mi rebus pakai atai tidak pakai telur, setuip pembeli bisa duduk berlama-lama di kursi yang bisa dipilih tempatnya. Selanjutnya silakan buka halaman halaman web sesuka hati. Jangan khawatir dengan bandwidth internet yang lumayan wus wus wus, Warung Ala Kadanya menjadi tempat baru berselancar di dunia maya di tengah alam yang masih benar-benar alami.

Omzetnya? “Lumayanlah Mas sejak ada wifi. Tutup juga lebih malam, yang penting menjaga suasana karena depan kan permukiman,” jawab Putra yang setia membawa tas pinggang kecil.

Putra yang memiliki prinsip Sabar Kunci Keberhasilan ini tidak lantas ngebos. Ia masih Putra yang dulu, yang dengan penuh cobaan menghadapi kelangsungan hidup warungnya. Bahkan ia dengan senang hati mengantarkan nama jaringan wifinya serta kata kuncinya dalam secarik kertas kepada para pengunjung warungnya. Setiap dua malam ia mengganti kata kuncinya.

Ada kalanya mengikat kata sayang di dalam hati adalah sebuah hal bijak. Sayang jika uang hasil jualan dihamburkan untuk beli nomor lotere, sayang jika uang yang dicari susah payah dihabiskan sehari untuk beli baju bagus biar pembeli terkesan atau hal serupa, adalah sebuah kebajikan bagi pemilik warung kecil yang hasilnya juga kecil. Membuang sayang seperti dilakukan Putra juga bentuk bijak yang lain.

Putra tentu bisa menghitung sekarang, memasang wifi dan membayar tagihannya setiap bulan dengan hasil yang diperoleh selama sebulan setelah warungnya dilengkapi wifi, lebih untung mana? Dan begitulah memang berbisnis.

Siang hari, Warung Ala Kadarnya memang terlihat sekadarnya. Satu dua pembeli datang untuk bensin, rokok atau yang lain. Tak semua payung besar dibuka. Bangku-bangku sederhana menatap langit. Namun cobalah datang usai maghrib atau isya, payung payung teduh telah disiapkan. Ramai. Terlambat berarti tak dapat kursi. (nurali Mahmudi)

Tulisan ini juga bisa dibaca di lambenjeplak.blogspot.co.id

Loading...