Arief Effect, Mengupas Revolusi Senyap di Dapur Polri

Loading...

JAKARTA (suarasiber) – Arief Effect, Setahun Revolusi Senyap di Dapur Polri, itulah judul buku yang mengupas tentang perubahan besar yang terjadi sangat cepat -itu sebabnya disebut dengan revolusi- di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang digawangi Irjen Pol Arief Sulistyanto, Asisten SDM Polri selama setahun terakhir.

Perubahan yang dilakukan Arief itu, efeknya mengubah total paradigma lama, masuk polisi dan segala yang terkait jabatan harus pakai duit. Tak ada yang gratis. Borok itu dipaparkan dengan gamblang di Bab III dengan tajuk Mereka yang Tertangkap Basah.

Foto Eva Sundari, anggota DPR RI dari Komisi XI di bedah buku Arief Effect. F-mat

Kemudian, di Bab VII yang tajuknya Hapus Nyoto (suap), Ubah Pakem Soal Ranking. Begitu juga di Bab VIII, Yang Mencelat Tersengat Aief Effect. Semuanya dibeberkan apa adanya oleh Farouk Arnaz, wartawan kawakan penulis buku Arief Effect yang tebalnya 181 halaman.

Memang pedih membaca kalam-kalam di bab tersebut yang ditulis Farouk, tapi itu fakta. Dan, kalam itu menjadi kritikan pedas ke tubuh Polri. Sukurnya, Irjen Pol Arief Sulistyanto bukan orang yang bertelinga tipis, yang mendengar kritikan langsung naik tensi. Arif sebaliknya, tidak antikritik.

Hal itu disampaikannya saat bedah buku di Lantai 4, Perpustakaan Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (24/3/2018) pagi hingga siang. Arief, mengatakan tidak risi dengan kritikan. Karena justru kritikan itu yang membuat merasa tidak sendirian melakukan revolusi.

Karena tidak sendirian itu, ujar Arief, maka hanya dalam waktu setahun bisa dilakukan perubahan sangat besar di tubuh Polri. Benarlah apa yang disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di pengantar buku ini, “Pilihan saya tidak salah (memilih Arief sebagai Asisten SDM Polri, red).”

Arief sendiri merasa beruntung, karena Kapolri dan Wakapolri Komjen Syafruddin mendukung setiap langkah yang diambilnya dalam memerbaiki SDM di tubuh Polri.

Sebelum tahun 2017 jangan pernah membayangkan anak pemulung seperti Krisma Ariya Gus Saputra, bisa jadi anggota polisi. Itu sesuatu yang mustahil, karena anak pemulung tidak mungkin punya uang untuk menyuap masuk jadi polisi.

Begitu juga dengan Aiptu Ahsan dari Korp Brimob Polri, tak mungkin bisa lulus masuk Sekolah Inspektur Polisi (SIP) tahun 2018. Meskipun dua sudah 13 kali ikut tes. Dia baru lulus bersih tanpa duit dan bekingan siapapun, setelah revolusi senyap dilakukan Arief bersama timnya.

Revolusi itu diawali di dapur Staf Sumber Daya Manusia (SSDM) Mabes Polri, persiapan yang dilakukan untuk memulai revolusi itu dibeberkan di Bab IV yang diberi tajuk, Sumpah Perang Segendang Sepenarian. Sedangkan jurus untuk mengawal agar revolusi tidak macet dibeber di Bab X, Azzam di Tugu Pahlawan (Surabaya).

Untuk instansi di luar Polri, yang ingin melakukan rekrutmen dengan transparan, bebas Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN) dan beking, wajib membaca dan mempelajari buku ini. Sebelum, belajar langsung ke suhunya, Irjen Pol Arief Sulistyanto. Tak perlu malu belajar dengan harapan semoga rekrutmen-rekrutmen berikutnya tidak lagi didominasi anak pejabat.

Kata wajib membaca, dan mempelajari buku ini bukan cuma retorika kosong. Karena para panelis yang tampil dalam peluncuran buku itu sudah membedahnya, dan memuji upaya-upaya yang telah dilakukan Arief Sulistyanto itu. Seperti Haris Azhar, eks Koordinator Kontras. Ada juga Arief Zulkifli, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo. Kemudian, Irjen (Purn) Bekto Suprapto, Komisioner Kompolnas.

Hadir juga Eva K Sundari, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendardi yang merupakan Direktur Setara Institute, serta Irjen Pol Setyo Wasisto, Kadiv Humas Polri.

Bukan hanya panelis dan undangan yang memuji jurus maut Arief bersama tim SSDM Polri dalam merevolusi SDM Polri. Wakapolri Komjen Syafruddin pun ikut menyanjung. Sebagaimana disampaikannya di buku tersebut, “Saya menilai dan merasakan, bahwa tahun 2017 adalah tahun terbaik (rekrutmen calon anggota Polri, dan pengelolaan SDM.” (mat)

Loading...