Bukan Harga Secangkir Kopimu, Sahabat

Loading...

Orang-orang yang mengelilingi meja bundar di sudut sebuah kedai kopi di kawasan Bintan Centre, Tanjungpinang itu selalu ramai. Ada beberapa orang duduk di kursi, seakan tak pernah jeda untuk saling lempar canda.

Paling sudut, di bawah stop kontak listrik ada lelaki bertubuh gemuk mengenakan kemaja putih. Di dada kirinya terpasang pin logo yang menandakan ia pegawai negeri. Badge nama di dada kanannya. Ialah yang paling heboh. Ia pegawai sebuah dinas di Pemprov Kepri.

Selamat bergabung sahabat. F-man

Di sebelah kirinya ada seorang lelaki berkumis, juga mengenakan kemeja putih. Topi putih menutupi sabagian kepalanya. Yang ini terlihat agak pendiam, namun sekali berkomentar, langsung menohok. Dan kembali tawa pun pecah. Ia seorang Sekda di sebuah kabupaten di Kepri.

Di depan keduanya, ada lelaki berkacamata yang mengimbangi obrolan dua teman dekatnya itu. Ia adalah seorang pemimpin redaksi sebuah koran online di Kepri.

Masih ada orang lain, di samping Sekda, mengenakan kemeja batik. Namun ia tak lama bergabung di grup penuh humor tadi. Belakangan ia beranjak, pindah ke meja di dekatnya untuk berbincang dengan temannya.

Pertemuan di kedai kopi siang itu pasti tanpa undangan sebelumnya. Asal datang, ngopi, dan tak sengaja bertemu teman-temannya.

“Saya yang agak terlambat mengenal kedai kopi ini,” tutur pegawai di Pemprov.

Lalu obrolan pun semakin seru. Dan mencapai puncaknya ketika sama-sama mengenang masa kuliah di Pekanbaru. Rupanya mereka sudah dekat dari dulu. Meski ada yang tak satu kampus, namun zaman-zaman itu cukup mudah untuk berbaur dengan mahasiswa lain.

“Sudahlah, dari A sampai Z saya tahu paham siapa kita,” ujar pegawai Pemprov tadi. Diikuti derai tawa. Semuanya tertawa lepas. Seakan saat itu sejenak melupakan profesi atau jabatan yang melekat di diri masing-masing.

Gurauan tetap berlanjut, tatkala seorang pengamen berkacamata masuk. Mengenakan kemaja putih, dengan kedua lengan baju digulung mendekati siku, ia menyanyikan lagu-lagu yang sedang tenar saat ini.

Nada nada harmonis pada senar gitar petikan Pak Sekda. F-man

Satu lagu usai dan ia pun berkeliling dari meja ke meja pengunjung kedai kopi. Gitar tuanya yang dipasang sabuk dipegang dengan tangan kiri. tangan kanannya menerima uang dari mereka yang ingin menyumbang.

Sebenarnya ia sudah hampir merampungi keliling tadi, ketika tiba-tiba sebuah suara memanggilnya dengan cukup keras.

Sejenak pangeman ini menoleh dan ia pun mendekat. yang memanggilnya ialah pegawai Pemprov yang saat pengamen ini menyanyi, ia sedang menerima telepon.

Agak kikuk, pengamen menyalaminya, juga Sekda dan Pemred. Lembaran uang rupiah pun diterimanya. Ia mengucapkan terima kasih.

“Saya segan karena Abang mengenakan seragam kerja,” tutur pengamen lirih.

Pengamen ini masih sangat kenal dengan pegawai Pemprov tadi. Dan ketika diminta duduk bergabung, dipesankan secangkir kopi ia pun terlibat dalam obrolan. Semakin seru.

Usut punya usut, ternyata pengamen dan pegawai Pemprov satu angkatan, beda fakultas dan jurusan. Namun saat masih sama-sama di Pekanbaru, hampir setiap saat mereka bertemu.

“Saya segan karena Abang Abang sudah menjadi pegawai,” imbuh pengamen yang hanya sempat menikmati kuliah di Ilmu Pemerintahan Universitas Riau hingga semester empat karena ketiadaan biaya.

Seperti ruang rapat kecil, suasana pun benar-benar cair. Bahkan Sekda sempat meminjam gitar pengamen dan mencoba memainkan beberapa chord.

Asmadi, sang pengamen yang bersyukur bisa kembali berbincang santai dengan para sahabatnya. F-man

Karena harus bekerja lagi, pegawai Pemprov dan Sekda akhirnya beranjak pergi.

Pengamen tadi masih duduk di kursi, sambil menikmati sebatang rokok dan secangkir kopi yang dipesankan teman lama. Ia berujar, “Bukan secangkir kopinya yang membuat saya terharu. Mereka sudah menjadi pejabat, tetapi masih ingat saya.”

Ia lalu bercerita, di kedai yang sama pernah bertemu teman dekatnya yang sekarang bekerja sebagai pegawai di sebuah kelurahan. Namun ia kecewa ketika bertemu, berharap bisa ngobrol seperti zaman dahulu, “Dia bilang ke kamar kecil, habis itu pergi.”

Ditatapnya meja dengan kursi yang kosong. Namun Asmadi, pengamen ini seakan masih bersama Sekda Bintan, Adi Prihantara; pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov kepri, Muhamad Iksan; Pemred suarasiber.com, Sigit Rachmat.

Asmadi mengakhirinya dengan kalimat indah, “Terima kasih, sahabat-sahabatku.”

Ia pun melangkah meninggalkan kedai kopi itu. Hatinya diliputi lagu indah, seindah hari itu. (nurali mahmudi)

Loading...