Kota Lama, Kehangatan Malam di Bawah Lentera Cina

Loading...

 

Pak Wali menyapa hangat pedagang di motor tokonya. F-awangbing@l

Coba susuri Jalan Merdeka dan Teuku Umar di Tanjungpinang malam hari. Kawasan yang dikenal dengan sebutan Kota Lama ini pasti menimbulkan kekecewaan. Membosankan. Apa yang mau dilihat?

Nurali Mahmudi

Jangankan keluar pada pukul 23.00 WIB, jam 20.00 WIB saja suasananya tak ubahnya kota mati. Toko-toko bahkan tutup sebelum azan  maghrib berkumandang di Masjid Raya Alhikmah, yang hanya sepelemparan batu dari Jalan Teuku Umar.

Padahal, kawasan ini pernah menjadi pusat keramaian. Mungkin seperti Lintas Melawai di Jakarta pada era 80-an. Hingga Harry Moekti, penyanyi yang kemudian beralih profesi sebagai dai pernah mengeluarkan album, salah satu lagunya berjudul Lintas Melawai. Dan menjadi hits.

Atau malah lebih ramai Kota Lama tempoe doeloe? Saya sempat berselancar di dunia maya dan menemukan sebuah foto hitam putih pada blog pribadi Bintan Nugraha Putra Anwar yang beralamat di tanjungpinangselaluterkenang.blogspot.co.id.

Pasar malam tempo dulu. F- tanjungpinangselaluterkenang.blogspot.co.id

Di salah satu fotonya dengan caption Pasar Malam Tempo Dulu, terlihat seorang perempuan berkebaya menuntun anak perempuannya yang mengenakan rok terusan. Mereka baru saja keluar dari gapura dengan tulisan Pasar Malam Tandjong Pinang. Di atasnya ada juga tulisan dua masa, yakni 1898 di sebelah kiri dan 1948 di sebelah kanan.

Di bagian kiri foto, ada seorang anak lelaki yang juga di depan gapura. Sementara di belakang gapura ada seorang pengendara sepeda berboncengan dan beberapa orang lainnya. Bangunan dari kayu, papan, menghiasi tepi jalan setelah gapura.

Saya jadi teringat apa yang disampaikan mantan Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan yang memberikan sambutan saat peresmian Tandjong Pinang Night Market, dua malam lalu melalui tayangan video singkat.

Kata Bu Tatik, sappan akrabnya, saat ia kecil hingga remaja Kota Lama selalu ramai oleh Pasar Malam. Bahkan setiap Agustus tiba, pasar malam berlangsung sebulan utuh. Sejarawan Kepri, Aswandi pun memberikan pernyataan serupa, Kota Lama zaman dahulu adalah magnet luar biasa untuk mengumpulkan orang. Para pedagang adalah gulanya, dan warga semutnya.

Melayani pembeli dengan cinta. F-awangbing@l

Mulai dua malam lalu, ada 16 motor toko yang akan mangkal di sepanjang Jalan Merdeka mulai pukul 17.00 sampai 24.00 WIB. Mereka adalah “pejuang” yang diharapkan bisa membawa Kota Lama seperti dulu. Lihat saja, namanya juga dibuat sama. Paling tidak penulisan kata Tanjungpinang, di gapura pada foto lama hitam putih yang saya utarakan di atas dengan gagasan Wali Kota H Lis Darmansyah, yakni Tandjong Pinang. Bedanya, kala itu namanya Pasar Malam Tandjong Pinang, yang baru diresmikan dua malam lalu Tandjong Pinang Night Market.

Ke-16 motor yang dipakai para pedagang isinya berbeda-beda. Saya yang malam itu membayangkan bagaimana pasar malam tempo dulu begitu ramainya, sempat berkeliling. Dari satu motor toko ke motor toko lain.

Ada otak-otak. Konon, otak-otak Tanjungpinang terkenal rasanya. Ada juga aneka kerupuk gonggong yang sudah dipackaging bagus. Sementara pedagang yang berasal dari paguyuban kedaerahan menjual makanan khas daeranya. Saya pun melihat motor toko yang menjual nasi padang. Berarti pedagangnya anggota salah satu paguyuban di Sumatra Barat.

Ujang: ada gula ada semut.F-bbw

Jumlah motor toko ini belum semuanya. Pemerintah yang menggandeng BUMN telah merencanakan kendaraan serupa hingga jumlahnya 72 unit. Nanti kendaraan yang dilengkapi atap yang bisa dibuka ketiga dinding keluar ini memadati Jalan Merdeka dan Teuku Umar. Lokasi yang dulu juga digunakan pasar malam.

Kota Lama dengan fitur baru bernama Tandjong Pinang Night Market menjadi harapan banyak warga. “Saya punya harapan besar Kota Lama akan kembali semarak. Pengalaman saya jualan di pasar, semakin banyak yang jualan semakin banyak pembelinya,” ungkap Ujang yang menjaga motor toko berisi masakan Padang.

Selama 10 tahun, Ujang sudah berjualan nasi padang di seputaran Jalan Teuku Umar. Pelanggannya kebanyakan pegawai bank dan kantor lainnya. Kalau Sabtu dan Minggu para pegawai libur, penghasilan Ujang pun mengendur.

Restu, anaknya yang saat ini tengah kuliah mendambakan hal serupa. Ia tahu betul penurunan hasil penjuualan nasi ayahnya. Tandjong Pinang Night Market menurutnya cara awal menghidupkan Kota Lama. Dengan motor toko, akan memudahkan jika harus pindah tempat atau pulang usai berjualan.

Heri, zaman remajanya kental dengan Kota Lama. F-bbw

Seorang warga tampak berdiri terpaku cukup lama di tengah jalan yang ramai lalu lalang orang untuk menyaksikan peresmian Tandjong Pinang Night Market sekaligus mencoba mencicipi kuliner yang dijajakan.

Namanya Heri, warga Kampung Bugis, lahir di Tanjungpinang dan mengalami kejayaan Kota Lama. Ia adalah satu dari hampir 10 warga yang coba saya tanya tentang pasar malam zaman dahulu. Semuanya mengatakan tidak mengalaminya langsung, hanya dengar kabar dulu ramai.

“Di sini dahulu setiap malam minggu saya datang rombongan dari Kampung Bugis. Jalan kaki,” tutur Heri yang saat itu sudah “kaya” dengan uang saku Rp200. Sudah bisa mendapatkan banyak jajanan.

Hinggga tahun 80-an, Heri masih bisa bertemu dengan teman-temannya yang datang dari Batam, Tanjunguban, Kijang, Tanjungbalai Karimun, Lingga bahkan Malaysia dan Singapura. Ia menyebut suasana Kota Lama selalu ramai, terutama malam minggu atau liburan.

Pada tahun itu, Tanjungpinang masih menjadi kota perdagangan. Berbeda dengan sekarang, Batam dan Tanjungbalai Karimun tumbuh pesat sektor perdagangan dan jasanya. Selain itu, muncul pusat keramaian lain. Sebut saja Rimba, Bintan Centre, mal-mal menengah hingga raksasa retail seperti Matahari dan Ramayana. Mereka lambat laun menggerus kepopuleran Kota Lama.

Kerupuk gonggong. F-awangbing@l

Heri masih ingat, di Jalan Merdeka ada tujuh kedai kopi, di Jalan Bintan 10 kedai. Semuanya ramai. Toko toko pun buka dari 09.00 sampai 22.00 WIB. Pedagang yang memiliki lapak atau gerobak menempati tepi Jalan Merdeka dan Teuku Umar, sementara yang kakilima kecil menyebar sampai ke Jalan Gambir dan Pasar Ikan.

Kota Lama zaman dahulu semakin semarak dengan dua bioskop, Bioskop Gembira di Jalan Teuku Umar dan Mutiara di Jalan Ketapang. Tak ayal, Kota Lama adalah tempat menikmati aneka makanan, memilih pakaian, aksesoris, cuci mata, menikmati malam bersama kekasih, atau hanya sekadar curi curi pandang. Siapa tahu ada yang melemparkan isayarat sayang. Hmmm, romantis.

Malam itu, Kota Lama berangan-angan kembali dikenal. Ratusan lampion atau lentera Cina bergelantungan di atas jalan. Kadang mereka bergoyang-goyang, ibarat penari yang meliukkan badannya sesuai alunan musik. Lampion-lampion itu bergerak-gerak disapa angin malam.

Mari nikmati Tandjong Pinang Night Market. F-bbw

Di dekat setiap motor toko, ada beberapa kursi. Ada yang melengkapinya dengan meja kecil. Saya menikmati sebuah menu makanan bersama seorang teman. Lalu lalang warga, termasuk para pemilik toko di Kota Lama, membuat saya bahagia. Karena saya hanya mendengar cerita nama besar Kota Lama. Saya datang dengan kondisi kemacetan di kawasan ini. Saat malam melewatinya, hanya suara mesin dan putaran roda ban kendaraan terdengar. Kalau saja ada suara anjing melolong, pas lah untuk menggambarkan kesan sepinya.

Saya memandang ke atas, sederet lentera cina yang disiapkan untuk menyambut Imlek pada bulan depan masih bergoyang manja. Bakal ada kekuatan di tempat ini. Kekuatan yang mendorong warga kota dan pengunjung dari daerah lain sengaja datang ke Kota Lama. Yang ingin berburu suasana atau mencari cinta.

Saya membayangkan para pedagang sibuk melayani pembelinya. Anak-anak kecil berteriak menunjuk-nunjuk lampu dan cahaya malam, dara belia yang memoleskan gincu mamaknya untuk menyambut kencan pertamanya, turis mancanegara yang kebingungan saat berbincang dengan pedagang kakilima.

Saya memimpikan, di sebuah sudut, disinari temaram lentera Cina,  ditemani makanan khas, ada banyak orang bicara. Tentang bisnis, menyoal budaya, debat kusir menjelang Pilkada, saling share lagu antar ponsel pintar, atau selfie dan wefie yang dalam hitungan detik fotonya sudah bisa dilihat di berbagai media sosial.

Semuanya itu terjadi di sebuah kota yang hilang, Kota Lama.

Semoga.

Loading...