Divonis Korupsi Radja Tjelak dan Abdul Samad Harus Dipecat

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber.com) – Kasus yang dialami mantan Sekda Kabupaten Anambas Radja Tjelak Nur Djalal, dan mantan Kasubag di Pemko Batam Abdul Samad, seharusnya menjadi bahan pembelajaran bagi semua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dulu disebut Pegawai Negeri Sipil (PNS). Keduanya sudah dijatuhi vonis oleh Mahkamah Agung (MA), dan atas nama UU No 8 tahun 1974 dan juga UU No 5 tahun 2014 keduanya harus diberhentikan dengan tidak hormat.

Noraida Mokhsen, Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) saat dikonfirmasi suarasiber.com, Minggu (28/2/2018), mengatakan menurut UU No 8 tahun 1974 dan juga UU No 5 tahu 2014, seseorang ASN (dulu disebut Pegawai Negeri Sipil, red) yang dibuktikan bersalah karena tindak pidana jabatan atau yang terkait dengan jabatan, diberhentikan dari ASN dengan tidak hormat.

“Begitu keputusannya berkekuatan hukum tetap,” kata Ibuk Ida, begitu dia biasa disapa, menjelaskan kepada suarasiber.com.

Ditambahkannya, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), yakni kepala daerah, harus segera memroses pemberhentiannya dari ASN. “Biasanya nanti Kakanreg BKN (Kepala Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Negara) Pekanbaru yang nanti mengingatkan,” jelas Ibuk Ida.

DR Edy Rustandi SH MH, Praktisi hukum di Kepri yang dikonfirmasi terpisah terkait sifat dari putusan Mahkamah Agung (MA), menegaskan bahwa putusan kasasi MA itu sudah final dan mengikat. Putusan itu sifatnya langsung eksekusi. Meski yang bersangkutan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), jika ditemukan novum.

“Putusan kasasi MA itu sudah inkacht (final dan mengikat),” tegas Edy.

Sekecil Apapun Korupsi Harus Dipecat

Penjelasan Ibu Ida tersebut di atas sejalan dengan yang disampaikan Kepala Bidang Penyiapan Pembinaan Integritas SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Sri Rahayu mengatakan pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor) sekecil apa pun harus dipecat, dikutip dari kompas.com (12/05/2015).

“Dalam UU itu sudah jelas bahwa PNS diberhentikan tidak dengan hormat jika dihukum penjara berdasar putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum,” katanya pada Rapat Koordinasi Kebijakan Strategis dalam Penanganan Tipikor di Pangkalpinang, Senin (11/5/2015).

Menurut dia, Pasal 87 ayat 4 (b) UU itu disebutkan nama lain dari kejahatan jabatan adalah tipikor.

Menurut dia, masih banyaknya PNS yang sudah divonis namun tidak dipecat karena tidak adanya komitmen pimpinan para PNS itu dalam menciptakan birokrasi dan aparatur yang bersih dari tipikor.

“Kalau seorang pimpinan tertinggi seperti di daerah baik itu gubernur, wali kota dan bupati berkomitmen menciptakan aparaturnya yang bersih dan profesional tentu menerapkan UU tersebut. Tetapi faktanya tidak demikian, masih kerap melindungi dan ini terjadi dimana-mana,” katanya.

Ia menambahkan, masyarakat luas mulai dari LSM hingga media massa dapat menginformasikan atau melaporkan ke Kemenpan RB jika ada PNS yang terlibat tipikor masih diberi perlakuan khusus. (mat)

Loading...