Telur Penyu Tambelan, diantara Konservasi dan Buah Tangan

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – “Dari Tambelan jangan lupa bawa telur penyu, ya?”

Sepotong kalimat seperti itu sudah terdengar biasa di Kota Tanjungpinang, dan Bintan. Siapapun yang akan ke Tambelan, yang berjarak sekitar 400 Km dari Tanjungpinang akan dititipi kalimat itu.

Siapapun! Ya. Siapapun akan mencari, membeli, dan membawa telur penyu sebagai oleh-oleh atau buah tangan khas dari Tambelan.

Artinya, tidak pandang itu masyarakat biasa yang awam aturan sampai aparatur pemerintah.

Termasuk, aparatur Pemkab Bintan sendiri, yang di sisi lainnya kerap menggelar seremoni melepas tukik (anak penyu) ke laut. Di sisi lain justru sibuk mencari, membeli, dan membawa telur penyu, jika kunjungan ke Tambelan.

Baca Juga:

Telur Semut Rangrang dan Kisah Haru Kakek 75 Th

Pasha: Kami Diperlakukan Baik, Tetapi Kami Punya Keluarga

Parfum Pria Dapat Meningkatkan Gairah Seksual

Komjen Arief Sulistyanto: Caba Baru Polri 2019, Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0

Apalagi di antara Mei – September, yang merupakan puncak musim penyu bertelur di Kepulauan Tambelan.

Padahal, kepulauan di Kecamatan Tambelan sudah ditetapkan sebagai lokasi Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan, dengan luas sekitar 479.905 ha. Konservasi, berarti pelestarian, dan perlindungan.

Yang menetapkannya, adalah Bupati Bintan melalui SK Bupati Bintan No. 261/VIII/2007 tanggal 23 Agustus 2007.

Tak cuma itu, semua jenis penyu di Indonesia berikut dengan telurnya, adalah satwa yang dilindungi. Dasarnya, UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Berdasarkan UU ini, penjual dan pembeli penyu, termasuk telurnya diancam pidana 5 tahun penjara. Dan, denda Rp100 juta.

Masih tak cukup? Ada PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Intinya, jika pemanfaatan satwa dilindungi hanya boleh untuk pengetahun.

Bukan untuk Buah Tangan!

telur penyu tambelan2
Foto – instagram.com/bard.hanief

Terbitnya UU, PP dan SK Bupati sudah menggambarkan perlunya konservasi penyu. Begitu dengan organisasi internasional non-pemerintah, World Wide Fund for Nature (WWF).

Di medio Agustus 2018 ini, WWF menjadwalkan seminar khusus di Tanjungpinang. Temanya tentang rencana soal konservasi telur penyu.

Hal ini disampaikan aktivis pemuda Tambelan di Tanjungpinang, Robby Patria menjawab suarasiber.com, kemarin.

Robby yang tengah menempuh pendidikan doktoral di Malaysia, adalah anak dari Hidayat Yahya. Warga Tambelan, yang mendapatkan penghargaan dari BPSPL Padang.

BPSPL adalah Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) di Padang, yang berada di bawah Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Bapak saya, termasuk yang rutin melakukan konservasi (penyu). Sehingga diberikan penghargaan dari Kementerian Kelautan (dan Perikanan) wilayah kerja Padang,” ujar Robby.

Hidayat Yahya, memang telah melakukan konservasi (pelestarian, dan perlindungan) penyu. Dan, telah melepaskan ribuan ekor tukik ke laut lepas.

Penghargaan pemerintah itu menjadi simbol, besarnya perhatian pemerintah terhadap kelangsungan hidup penyu. Namun, jika telurnya terus diburu sebagai oleh-oleh, apa lagi yang akan dilestarikan, dan dilindungi? (mat)

Loading...