Dicemburui Istri karena Disebut Wartawan Muda

Loading...

Hari itu, Kamis (8/8/2019), lepas magrib, saya baru tiba di rumah. Usai memantau aktivitas penambangan batu granit di kawasan hutan lindung Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Kebetulan, dalam dua hari terakhir, saya bersama pemimpin redaksi media online suarasiber.com, Sigit Rachmat, menginvestigasi dugaan penambangan batu granit secara ilegal di kawasan hutan lindung Gunung Kijang.

Penambangan secara konvensional itu, sudah berlangsung sekitar 30 tahun. Meski sudah diberitakan secara berulang-ulang, tapi aktivitas itu tetap langgeng.

Foto – dok pribadi

Naluri kami sebagai jurnalis menduga, ada sesuatu di balik itu. Sehingga, aktivitas ilegal yang sangat merugikan lingkungan ini bisa berpuluh tahun lancar.

Padahal, sanksi hukumnya dalam Undang-Undang Kehutanan, sangat tegas. Ada pidana penjara maksimal 10 tahun, dan denda maksimal Rp5 miliar. Itu yang membuat kami turun masuk hutan.

Wawancara dengan penambang dan pembeli pun kami lakukan. Setelah semua datanya lengkap, untuk menjamin keberimbangan barulah kami pulang.

Sekitar dua jam kemudian, berita tentang penjarahan batu granit di kawasan hutan lindung Gunung Kijang itu, terbit di suarasiber.com. Yang keesokannya, dan lusanya terus berlanjut.

Beberapa waktu kemudian, Satuan Reskrim Polsek Gunung Kijang mengamankan, dan menyita seluruh peralatan penambangan batu granit di kawasan hutan lindung itu. Semua pihak yang terlibat dipanggil, dan dimintai keterangan.

Keesokan harinya, saya kembali mengamati aktivitas penambangan itu di lapangan. Alhamdulillah, ternyata kawasan hutan lindung itu, memang betul-betul sudah bersih dari aktivitas penambangan.

Saat kembali ke rumah dari investigasi itu, di atas meja kerja saya di rumah, sudah ada sebuah amplop coklat bertuliskan pengirim Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bandung. Meski belum dibuka, saya sudah bisa menebak isinya.

Maklum, sehari sebelumnya, saya sudah baca postingan Herri Gunawan di whatsapp (WA) Group UKW 2019 PWI Bandung. Ia mengumumkan nama-nama peserta yang lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

“Kepada rekan-rekan yang tercantum namanya, bisa mengambil sertifikat beserta KTA Dewan Pers di Sekretariat PWI Kota Bandung. Mohon bantuannya agar memberi tahu rekan-rekan yang berkepentingan lainnya,” tulis Herri.

Kebetulan lagi, dalam pengumuman itu, nama saya berada di urutan pertama dari 31 peserta yang dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan Sertifikat dan Kartu Kompetensi dari Dewan Pers.

“Minta alamat lengkapnya Om,” kata Herri ketika saya hubungi untuk membantu pengiriman sertifikat dan kartu kompetensi itu ke alamat rumah saya di Tanjungpinang.

Baca Juga:

Tabrakan di Gunung Kijang, Bintan, Kepri, Dua Nyawa Melayang

Kalahkan Jakarta, Kepri Siap Kejar Pariwisata Bali

Tanjungpinang – Tambelan Bakal Ditempuh 1,5 Jam

Gubkepri Nonaktif, Nurdin Basirun, Terjerat Dua Kasus Korupsi

Kembali ke amplop coklat tadi, saya sengaja membukanya di depan istri dan anak-anak. Rupanya, si pengirim sangat paham bahwa isi amplop itu adalah dokumen yang sangat berharga.

Bungkusannya berlapis-lapis dengan plastik pengaman. Mungkin kalau dicelupkan ke dalam air, isi amplop itu dapat dipastikan tak akan basah atau rusak karena air. Pokoknya, cukup aman dari gangguan air.

Begitu amplop terbuka, saya langsung menarik Sertifikat Kompetensi yang ditandatangani Ketua Umum PWI, Atal S Depari dan Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh, tanggal 2 Juli 2019.

“Alhamdulillah,” kata istri saya, sembari menasehati anak-anaknya agar terus belajar, supaya kelak bisa seperti Bapak. Meski sudah tua, tapi masih bisa berkarya dan berkompetisi dengan orang-orang muda di bawah usianya.

Begitu giliran mengeluarkan Kartu Kompetensi dari amplop coklat itu, istri saya mulai bereaksi lain. Ternyata, Ia cemburu dengan tulisan “WARTAWAN MUDA” di kartu itu.

“Kok wartawan muda? Kan, Abang sudah tua,” cecar istri saya sembari menggelitik dengan pelukan mesranya.

Melihat mamanya bereaksi ketika membaca Kartu Kompetensi Wartawan Muda itu, anak-anak saya pun sepertinya paham. Bahwa, mamanya diliputi rasa cemburu dengan wartawan muda itu.

Saya tahu dan paham. Pasti banyak orang seperti istri saya yang tak mengetahui tentang jenjang kompetensi kewartawanan itu. Mulai Wartawan Muda, Madya dan Utama.

Sebagaimana Peraturan Dewan Pers No.1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, bahwa Wartawan Muda itu adalah wartawan yang sehari-hari bertugas di lapangan, meliput dan menulis berita hasil liputannya.

Sedangkan Wartawan Madya, adalah redaktur, kordinator liputan dan/atau redaktur pelaksana (redpel) dan Wartawan Utama adalah Redpel senior, wakil pemimpin redaksi, dan pemimpin redaksi.

Saya sebetulnya sudah melewati semua jenjang itu. Mulai sebagai wartawan, redaktur hingga pemimpin redaksi. Namun, saya lalai mengikuti aturan main itu.

Tahun 2018 lalu, orang seperti saya sudah bisa langsung dapat Kartu Kompetensi Wartawan Utama. Dan mulai tahun 2019 ini, semua orang yang mengikuti UKW harus mulai dari wartawan muda.

Untuk naik ke jenjang berikutnya, dari muda ke madya harus menunggu waktu minimal tiga tahun. Begitu juga dari madya ke utama.

Meski tak lagi muda, saya bertekad mendapatkan kartu Kompetensi Utama. Dan, terus berkarir sebagai wartawan di media online suarasiber.com. ***

Ady Indra Pawennari – suarasiber.com

Loading...