Kapal Belanda Terdampar di Karang, Lahirlah Nama Cebia Alias Pekajang

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Pulau Pekajang secara geografis lebih dekat ke Bangka Belitung. Namun, pulau paling selatan di Kepri ini secara administrasi masuk wilayah Kabupaten Lingga.

Pasalnya, Pulau Pekajang sejak ratusan lalu memang sudah masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Riau Lingga.

Kemudian, dipertegas lagi dengan peta Riouw (Rijau) en Lingga Archipel dan peta Residentie Riouw en Onderhoorighedden Blad:1 tahun 1922; Afdelling Toedjoh.

Selain geografisnya, ada beberapa keunikan lain dari Pulau Pekajang ini. Keunikannya di nama pulau itu sendiri.

Selain Pekajang, terdapat beberapa nama lainnya untuk pulau ini. Nama lainnya, adalah Pulau Cebia, dan Pulau Tujuh.

Baca Juga:

Ribuan Orang Bersihkan Sampah di Bantaran Sungai Bengkong Laut

Segera Operasikan Pelabuhan Berakit untuk Tingkatkan Pariwisata Trikora

Hal ini disampaikan Dedi Arman, Koordinator Perpustakaan dan Dokumentasi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepri menjawab suarasiber.com, Kamis (21/2/2019).

Ditambahkannya, nama Cebia berasal dari terdamparnya sebuah kapal Belanda bernama Cebia di atas karang di sekitar pulau ini. Dan, untuk mengingatnya kolonialis Belanda menyebutnya Pulau Cebia.

Untuk penyebutan nama Pulau Tujuh, karena jumlah kepulauan di sekitarnya memang ada 7. Dan, di peta Belanda ditulis Pulau Tujuh.

Dua penamaan oleh Belanda itu, kalah populer dengan sebutan sehari-hari masyarakat, Pekajang. Pekajang berarti kajang atau atap dari daun yang diletakkan di atas perahu.

Fungsinya sebagai peneduh panas matahari, dan hujan. Pada masa itu moda transportasi hanya ada perahu, dan untuk menempuh Daik – Pekajang dengan perahu perlu waktu berhari-hari.

Lama kelamaan, jika orang Daik, Lingga akan ke pulau itu akan mengatakan Berkajang (berperahu dengan atap daun). Sebutan Berkajang pelan-pelan berubah menjadi Pekajang. Dan, nama itu kekal hingga kini. (mat)

Loading...