Ratusan Ton Ikan di Kepri Membusuk

Loading...
Pemerintah Terapkan INSW secara Penuh

BINTAN (suarasiber) – Nelayan di Kepri tengah gundah. Ikan segar hasil tangkapan mereka ditolak, tak bisa diekspor. Akibatnya, ratusan ton ikan membusuk. Tak hanya nelayan, para pengusaha pengumpul ikan pun gusar.

Rofik, nelayan Kawal, Bintan, mengaku tak mengerti persoalannya. Yang ia tahu, Kamis (6/12/2018) kemarin ikannya tak bisa dijual ke luar. Kabar yang diterimanya, sejumlah eksportir di Tanjungpinang, Bintan, Karimun tak bisa lagi mengekspor ikan dengan sistem lama setelah pada hari itu pemerintah pusat menerapkan Indonesia National Single Window (INSW) secara penuh.

Penuturan Rofik dibenarkan seorang pengumpul ikan di Kepri yang enggan disebutkan namanya. Sistem online yang diberlakukan oleh Menteri Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuat Kantor Karantina dan Bea Cukai tidak bisa mengeluarkan izin ekspor ikan kepada eksportir.

“Tak hanya di Tanjungpinang, kawan-kawan Batam, Bintan, Karimun pun tak bisa ekspor. Tak ada sosialisasi ke kami,” keluhnya.

Untuk sistem ekspor impor di Indonesia, Kementerian Keuangan RI telah memberlakukan INSW, sejak beberapa tahun lalu. Namun, sistem nasional Indonesia untuk penyampaian data dan informasi secara tunggal ini, diberlakukan terhadap pelabuhan besar, seperti Tanjungpriok Jakarta, Surabaya dan Medan. Sistem INSW ini membawahi 10 kementerian terkait, termasuk KKP untuk ekspor hasil ikan tangkapan.

Khusus di Kepri, sebelumnya pemerintah memberikan kemudahan untuk ekspor ikan. Karena, ikan yang diekspor berasal dari hasil tangkapan nelayan, yang awalnya dibeli oleh tauke atau Unit Pengelolaan Ikan (UPI). Di Kota Tanjungpinang dan Bintan ada sekitar 30 Unit Pengelolaan Ikan (UPI) yang berbentuk badan usaha.

Ikan nelayan yang dibeli oleh UPI ini, selanjutnya diekspor melalui beberapa eksportir, yaitu pengusaha jasa angkut dalam bentuk badan usaha terpisah dari UPI. Untuk melakukan ekspor ke Singapura, pengusaha eksportir mengajukan Permohonan Ekspor Barang (PEB) kepada Bea Cukai, dan Kantor Karantina sebagai rekomendasi untuk kelayakan sehat ikan.

Dari pengajuan eksportir, pihak Bea Cukai akan mengeluarkan Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Sedangkan kelayakan ikan ekspor menggunakan sertifikat Health Certificate (HC) yang dimiliki oleh UPI.

Jhoni, eksportir ikan asal Tanjungpinang mengatakan, ikan segar dari UPI terpaksa dibongkar. Pengajuan ekspor ikan ditolak Bea Cukai, ujarnya, Ahad (9/12/2018).

Penolakan izin juga dilakukan pihak Kantor Karantina, karena pemberlakukan INSW. Alasan yang disampaikan, HC milik UPI yang digunakan tidak sama dengan NPWP dari pihak perusahaan eksportir saat pengajuan ekspor.

Jhoni tak serta-merta menyalahkan Bea Cukai maupun Kantor Karantina. Ia justru kasihan kepada neolayan. Sebab di Kepri ini ikan hasil tangkapan nelayan yang diekspor.

“Sementara, pemberlakuan sistem online dari INSW ini, belum disosialisasikan kepada pengusaha pengumpul, dan nelayan tak tahu ini,” jelasnya.

Jhoni dan teman-temannya akan mencari solusi dengan pihak Bea Cukai dan Karantina, sambil memperbaiki administrasi sesuai INSW. “Biar ikan yang sudah telanjur ditangkap nelayan dan dibeli pengumpul tetap bisa diekspor. Semoga ada kebijakan dan solusinya,” ia berharap.

Dari informasi, Bea Cukai, Kantor Karantina dan instansi terkait masih melakukan pengawasan dan pengecekan ekspor barang di perairan Kota Batam, dari tanggal 8 sampai 9 Desember 2018. (mat)

Loading...