Maling Kelas Teri dan Secangkir Kopi

Loading...

SUNGGUH, yang on stage bukanlah Iwan Fals. Hanya dua remaja pria, satu memainkan gitar bolong (akustik) sambil bernyanyi, sementara temannya main gendang.

Sungguh, saya hanya pesan segelas kopi panas. Tepatnya cangkir. Kalau saja isinya air putih, satu cangkir pasti kurang. Nambah lagi.

Suasana Coffee Break, nongkrong sambil internetan, ngopi atau mau menyanyi, silahkan. F-suarasiber

Tetapi hanya dengan secangkir kopi saya bisa menikmati malam. Dan kopi rasanya enak sekali, ketika mereka menyanyikan lagu Bento. Lagu yang pernah membuat pencipta dan penyanyinya, Virgiawan Listanto dicekal manggung oleh rezim yang berkuasa waktu itu.

Maling kelas teri, bandit kelas coro, itu kantong sampah… dan seterusnya. Asyik.

Bersama dua teman, If dan Al, kami menghabiskan jam malam. Sekadar berupaya mengurangi letih pikiran. Biar malamnya tidak bermimpi dikejar pekerjaan yang tiada habisnya.

[irp posts=”7872″ name=”Ngopi Pagi Bersama Rektor UMRAH, Sebuah Penyegaran”]

[irp posts=”8434″ name=”Di Balik Jeruji Saya Mendekatkan Diri kepada Ilahi”]

Sungguh, suasana di Coffee Break, Batu 8, Tanjungpinang, sudah cukup membuat saya nyaman. Para musisi muda yang menghibur pengunjung Coffee Break bermain lepas. Sementara kendaraan lalu lalang di depan kafe, yang memang memanfaatkan halaman ruko sebagai panggung live musik.

Malam beranjak, dan di atas panggung sekarang ada seorang remaja lain. Ialah vokalisnya.

“Enak dengerin lagu-lagu di sini. Mau nyanyi juga boleh,” tutur If. Ia agaknya lupa ada minuman di depannya. Karena belum disentuhnya.

“Panggung politik memanas. Tak tahu lagi berita mana yang benar-benar membuat damai. Kalah sama berita bohong. Malas kadang buka medsos,” timpal Al.

Ia, sama seperti saya mengangguk-anggukkan kepalanya ketika musik dimainkan.

Lalu kami ngobrol, awalnya topik santai. Lama-lama tak sadar masuk ke terowongan politik. Terowongan yang panjang, tak tahu ujungnya.

Waduh, gawat. Pingin menikmati malam sambil mendengarkan musik, kok malah ngomongin politik.

“Bandit dan maling berpenampilan Arjuna turut memporakporandakan tatanan negara ini,” cetus Al.

Ha ha ha, akhirnya kembali ke lagu Bento, setelah sekian menit kami terdiam.

Kami pun tertawa, lalu meneguk kopi masing-masing.

“Kalau kopinya masih terasa nikmat seperti ini, berarti otak kita belum senewen. Masih dingin dan mampu berpikir,” kata If.

Malam semakin malam. Lagu Bento sudah lama berakhir, berganti lagu-lagu cinta yang mengingatkan masa lalu.

Namun, kopi kami belum juga habis. Kursi di depan kami sudah kosong. Live musik di Coffee Break masih berlangsung.

Mungkin memang disengaja di awal penampilan para pengisi live music membawakan Bento. Rancak, beatnya cepat, supaya semua pengunjung paling tidak turut bersenandung. Lupa kopinya.

Ah, malam yang menyenangkan. Meski di kafe sederhana. Malam, musik dan kopi memang pas. (man)

Loading...