Ketika Kepak Sayap Syafei Patah

Loading...

Ibarat sayap, M Syafei adalah kepak sayap-sayap yang patah. Ia tak lagi mampu terbang, menghadapi para pesakitan. Sayapnya terkulai, ia kini duduk di kursi terdakwa. Kenangan pun terangkat, berapa banyak kasus ia sidik, menyelamatkan duit negara. 

Sigit Rachmat – Tanjungpinang

Selama bertahun-tahun dia datang ke pengadilan dan duduk di ruangan sidang sebagai penuntut umum. Mengadili banyak terdakwa bersama majelis hakim.

Situasinya berbalik 360 derajat sejak sekitar 4 bulan lalu dan puncaknya, Jumat (27/4/2018), saat M Syafei harus menjawab pertanyaan hakim ketua, “Menerima, pikir-pikir atau banding.”

Itu pertanyaan terakhir majelis hakim setelah membacakan dakwaan dalam waktu sekitar 5 jam lebih, mulai sekitar pukul 15.00 sampai pukul 20.30. Tiga orang majelis hakim hakim secara bergantian membaca dakwaan.

Peluk hangat sanak saudara dan sahabat yang menghadiri sidangnya menjadi obat penyemangat bagi M Syafei. F-mat

M Syafei SH hanya berpikir sebentar untuk menjawabnya,”Terdakwa (Syafei menyebut dirinya saat sidang) menolak vonis majelis.”

Penolakan itu berarti banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Syafei menolak vonis yang dijatuhkan majelis hakim, yang memvonisnya dengan hukuman 7 tahun penjara.

Kemudian, denda Rp500 juta subsidair 6 bulan. Dan, membayar uang pengganti Rp500 juta, yang harus dibayar dalam waktu sebulan atau harta bendanya akan disita. Jika tak ada harta diganti hukuman 7 bulan penjara.

Agaknya vonis hukuman itu membuat kepak sayap Syafei sebagai aparatur penegak hukum (hingga vonis dijatuhkan, Syafei masih berprofesi sebagai jaksa), patah. Walau berusaha tegar dengan menyalami majelis hakim dan jaksa setelah sidang.

Namun, Syafei tetaplah manusia biasa yang punya rasa. Dia larut dalam pelukan keluarganya yang setia mendengar dakwaan dibacakan selama 5 jam lebih. Setelah memeluk keluarganya satu persatu, Syafei tegar lagi. Dan, siap diwawancarai awak media yang juga ikut mendengar dakwaan dibacakan.

Tanpa ragu Syafei menilai majelis hakim tidak adil, karena memvonisnya dengan hukuman 7 tahun penjara. Dia juga menyebut mantan Sekdako Batam, Agus Sahiman harusnya juga dijadikan tersangka. Karena dialah yang meneken surat kuasa untuk Syafei.

Berapa banyak uang negara yang saya selamatkan dari para koruptor? Mengapa semuanya itu tidak dipertimbangkan hakim? F-mat

Majelis juga dinilai tidak adil karena menghukumnya dengan hukuman membayar uang pengganti Rp500 juta. Padahal, selama sidang terbukti tidak ada aliran dana ke Syafei.

Akan tetapi dari semuanya itu, yang membuat kepak sayap Syafei patah, adalah karena dia tak merasa dihargai. “Sudah banyak yang terdakwa lakukan di institusi kejaksaan. Berapa puluh miliar yang sudah terdakwa selamatkan.”

“Berapa puluh perkara korupsi korupsi yang sudah saya sidik. Apalagi waktu jadi Pidsus di Lampung,” tukas Syafei.

Inilah fakta kehidupan hanya dalam waktu sekerlip mata, seorang aparatur penegakan hukum yang terhormat, berubah posisi menjadi pelanggar hukum. Dari kursi Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam harus duduk di kursi terdakwa.

Jasa-jasa yang diklaimnya telah menyelamatkan puluhan miliar rupiah untuk negara tak lagi dipandang. Syafei yang diperintahkan tetap ditahan, kini harus menyiapkan banding ke Pengadilan Tinggi.***

Loading...