Figur Tokoh Lebih Penting Ketimbang Berita Menyesatkan

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Masyarakat pers nasional memiliki tanggung jawab untuk menggali dan menyiarkan track record serta kapasitas tokoh-tokoh yang menyatakan siap menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI mendatang.

Informasi tentang latar belakang para tokoh sah sah saja, sebatas tidak menjadi berita yang dominan. Demikian disampaikan pendiri Sindikasi Media Online Indonesia atau Indonesian Online Media Syndicate (IOMS) Teguh Santosa dalam dialog di RRI Pro 1 Jakarta, Rabu (28/3/2018).

IOMS adalah jaringan media yang dikelola oleh Kantor Berita Politik RMOL. Sedangkan Teguh adalah penasihat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). teguh menjadi narasumber tunggal dalam dialog yang dipandu penyiar Ratih Atmodjo itu.

Drama pencitraan seperti naik kereta atau naik jet pribadi bersama petahana, diundang ke Istana memberi makan domba, atau ke makam minta wangsit dan berkeliling dengan sepeda yang terlalu berlebihan bisa menyesatkan. Seakan hal-hal itu jauh lebih penting daripada kemampuan tokoh membaca tantangan zaman dan menyusun program strategis.

Publik, sambung Teguh, harus mendapatkan informasi yang lebih substansial tentang figur daripada sekadar drama pencitraan. Masyarakat harus diberikan berita bahwa tantangan ke depan lebih berat. Misalnya ada negara-negara besar dipimpin oleh tokoh yang memiliki karakter kuat dan di saat bersamaan punya komitmen memproteksi kepentingan nasional mereka.

Ada Donald Trump di Amerika Serikat, Xi Jinping di Republik Rakyat China, Shinzo Abe di Jepang, dan Narendra Modi di India, misalnya.

Teguh menambahkan, sejak 2012 ia sudah mengamati fenomena politik pencitraan yang ketika itu disebutnya sebagai photoshop politics. Target dari praktik politik yang menggunakan teknik-teknik memoles penampilan seorang tokoh ini hanya menawarkan keindahan semu.

Kalau media massa diwarnai drama pencitraan, sementara media sosial diramaikan kabar bohong dan ujaran kebencian, maka Pilpres mendatang bisa berbuah petaka.

Pada bagian lain, Teguh Santosa juga mengingatkan bahwa mempromosikan gagasan dan program strategis, serta tokoh yang dianggap memiliki kapasitas untuk mewujudkan gagasan melalui program-program strategis itu, adalah tanggung jawab partai politik.

Menurut Teguh, kualitas demokrasi ditentukan oleh antara lain itikad partai politik menseleksi calon-calon pimpinan nasional yang memang kredibel dan punya kapasitas.

Kalau belum apa-apa partai politik sudah takluk pada “ancaman” popularitas yang dengan serampangan dikonversi menjadi elektabilitas, maka partai politik sesungguhnya sedang menawarkan racun di cawan emas untuk diminum rakyat.

“Konkretnya, hal pertama yang dilakukan partai politik seharusnya adalah menseleksi tokoh berdasarkan track record dan kapasitas yang dimiliki. Setelah itu baru mempopulerkannya sebagai tokoh yang paling pantas memimpin Indonesia ke arah yang lebih baik. Jangan dibalik,” demikian Teguh. (mat)

Loading...