Kepulauan Riau, Negeri Pasir Berdengung

Loading...
(Menjawab Tulisan Djoko Edhi Abdurrahman)

Oleh: Drs Jamhur Ismail, MM

Ini bukan kisah film P. Ramlee, tapi bila berbicara tentang pasir di Kepulauan Riau, ianya selalu menjadi hal yang berderu, bergolak bagai badai dan yang pasti nya membuat telinga kita berdengung, alamak.

Januari 2018 ini saya telah satu tahun menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Riau atau lebih dikenal dengan Kepri, Provinsi dengan rentang lautan nya yang lebih luas dari hamparan daratan, hampir 96% wilayah Provinsi Kepri adalah laut dan ini adalah berkah dan anugerah yang tak terhingga. Saya adalah putra Kepri yang kembali ke kampung halaman setelah lebih 30 tahun mengabdi di TNI AD.

Sebagai Provinsi Kepulauan terbesar di Republik ini, Kepri juga memiliki karakteristik tersendiri yang tak dimiliki Provinsi lain, bila Provinsi kepulauan yang lain lebih mengandalkan sektor perikanan atau Migas, Kepri justru punya semuanya ditambah letaknya yang pas di alur pelayaran tersibuk dan terpadat di dunia sehingga potensi jasa pemanfaatan ruang laut untuk labuh jangkar dan kegiatan penunjangnya dapat menambah pundi kas daerah, namun apa nak dikata sampai sekarang APBD Kepri tak beranjak dari 3,5 trilyun dan hanya 2 T yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan sementara yang nak diurus 2.028.169 jiwa (BPS Kepri,2016) tersebar di 1796 pulau dan sebagian besar adalah pulau pulau kecil terluar yang letaknya sangat jauh dari pusat pemerintahan dan hanya dapat di jangkau dengan kapal laut yang disewa khusus karena memang belum tersedia nya angkutan laut reguler ditambah lagi pada musim angin utara dimana ombak laut bisa mencapai ketinggian 6 meter, maka dapat dipastikan ada daerah yang terisolir oleh alam, kondisi ini terus berlangsung hingga hari ini namun kami tak pernah mengeluh sampai memberontak walau negara gagal hadir secara efektif di suatu rupa bumi bernama kepulauan riau.

Di era Presiden Jokowi, pembangunan infrastruktur sangat digesa, dengan program Tol Laut nya Presiden Jokowi terus berusaha merangkai konektivitas pembangunan antar daerah untuk satu tujuan yakni Kesejahteraan. Dikeluarkan nya Perpres No. 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia sesungguhnya bukan hal mengejutkan, pada UU No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 malah lebih memberi angin surga bagi daerah berciri Kepulauan seperti Kepri namun apa nyana semua regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat hanya seperti macan kertas.

Kembali ke Perpres 16 tahun 2017 Tentang Kebijakan Kelautan Indonesia pada Lampiran II yang memuat Program Prioritas B, Industri Maritim dan Konektivitas Laut terdapar Rencana Aksi yang sasaran utamanya menurunkan biaya logistik dari 23,6% pada tahun 2015 menjadi 19,2% pada tahun 2019 melalui kegiatan pembuatan alur pelayaran baru dan pendalaman alur. Kegiatan ini juga berorientasi mencairkan kepadatan jumlah kapal yang melintas di selat phillips dan selat malaka yang sempit dan amat berbahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kapal dan tumpahan minyak di laut. Selain itu juga menjadi multiplier effect bagi ekonomi di pantai timur sumatera sehingga arus pergerakan komoditi dari dalam negeri dan dari mancanegara dapat tersebar dengan aman dan lancar.

Belum lagi terlaksana, rencana kegiatan pembuatan alur pelayaran baru dan pendalaman alur sudah mendapat fitnah dan respon negatif dari kalangan tertentu, parahnya lagi yang beropini justru tak ada sangkut paut atau kena mengena nya dengan Kepulauan Riau, dengan data yang tak akurat dan sumber yang tak jelas, opini sudah terlanjur tersebar bahwa seakan-akan Program Pemerintah dengan Perpres 16/2017 ini adalah proyek penambangan pasir laut. Gubernur kami Nurdin Basirun pun terkena getahnya dan bahkan di tuduh telah di tunggangi oleh kelompok pengusaha besar dari Jakarta.

Sebagai mantan tentara tentu insting intelijen saya tak bisa dianggap remeh, apalagi pengalaman di medan tempur sebagai prajurit Kopasus, saya tak mungkin menggadaikan marwah tanah kelahiran saya Kepulauan Riau untuk di kuasai kelompok tertentu, kegiatan pendalaman alur jelas berbeda dengan penambangan pasir laut, dan material hasil pengerukan pendalaman alur dipakai untuk proyek pembuatan pelabuhan baru di seputar titik belok di selat phillips di pulau karimun kecil agar menjadi titik timbun sebar berbagai komoditas dari dan ke pasar domestik atau mancanegara.

Sampai hari ini pun Pemprov Kepri dalam hal ini Dinas Perhubungan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi perizinan penambangan pasir laut karena memang kebijakan moratorium ekspor pasir laut belum dicabut.

Jadi bila tidak bisa membantu janganlah mengganggu, Kepri saat ini sedang giat membangun dan menjadi Provinsi dengan status Prioritas Nasional, bila ingin mengetahui program kebijakan kelautan indonesia yang ada di Kepri kami persilahkan datang bertanya, boleh pula melihat langsung namun jangan menebar fitnah. Bagimu Kepri.. Jiwa raga kami.

Loading...