Bintan Diserbu Limbah Minyak Hitam, Penanganannya Tanpa SOP

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber.com) – Terkait limbah minyak hitam (sludge oil) yang setiap tahun mencemari kawasan pesisir Pulau Bintan, Kus Prisetiahadi PhD, Kabid Perlindungan Lingkungan Hidup Kemenko Bidang Maritim, kemarin, mengatakan ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, kemungkinan adanya tabrakan kapal yang menyebabkan tumpahnya minyak hitam atau pembuangan illegal dari kapal. Kedua, terangkatnya endapan minyak hitam, akibat kejadian tumpahan minyak sebelumnya, di dasar perairan akibat gelombang yang kuat.

Kemungkinan pertama, disebutnya, tidak ada karena memang tidak ada laporan kejadian tabrakan kapal atau illegal dumoing minyak ke laut. Sehingga, kemungkinan kedua lebih diduga sebagai penyebab tercemarnya kawasan pesisir pantai tersebut.

Menjawab pertanyaan bahwa limbah itu dari ulah kapal-kapal yang sengaja membuangnya ke laut, Kus, menjawab, “Selama beberapa minggu terakhir Desember, Bakamla rutin melakukan patroli di kawasan perairan Bintan. Namun, tidak dapat tangkap tangan di lapangan.”

Dalam pengamatan redaksi media ini, selama belasan tahun limbah limbah minyak hitam (sludge oil) dipastikan datang mencemari kawasan pantai di Pulau Bintan saat musim angin kencang tiba (musim utara). Limbah itu ditemukan di pantai di bagian timur dan utara Bintan yang berhadapan dengan laut lepas.

Walau “tradisi” mendaratnya limbah minyak hitam itu berlangsung minimal selama belasan tahun, akan tetapi apa penyebab pastinya yang masih jadi misteri. Sama misterinya dengan standar prosedur operasional Standard Operating Procedure) penanganan limbah minyak hitam itu.

Menjawab pertanyaan terkait penanganan standar operasi penanganan limbah minyak di laut itu, Kus, mengatakan pemerintah pusat dan daerah sudah berupaya melaksanakan penanganan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Ke depan, dasar hukum aturan penanganan tumpahan minyak di laut itu akan disempurnakan.

“Tahun 2017 sudah selesai review-nya. Tahun ini dijadwal sudah melakukan revisi,” jelas Kus, sembari menambahkan bahwa untuk penanganan yang cepat seharusnya tim di daerah yang dikoordinasikan provinsi harus lebih kuat.

Tim daerah harus kuat, imbuhnya, agar jika terjadi lagi kejadian seperti itu penanganannya lebih cepat. Dan, terkoordinasi dengan baik. (mat)

Loading...